Posted by : Dewi Purnamasari
Selasa, 30 Juni 2020
1. Apa yang dimaksud dengan Ponzi Scheme ?
Skema Ponzi adalah modus investasi palsu
yang membayarkan keuntungan kepada investor dari uang mereka sendiri atau uang
yang dibayarkan oleh investor berikutnya, bukan dari keuntungan yang diperoleh
oleh individu atau organisasi yang menjalankan operasi ini
2. 3 (tiga) kasus Ponzi Scheme yang masih ada di Indonesia
1)
Qurnia
Subur Alam Raya (QSAR)
Kasus
investasi ‘bodong’ PT. Qurnia Subur Alam Raya mengemuka tahun 1998. Skandal
investasi ini sempat menghebohkan ranah publik sebab melibatkan beberapa tokoh
pejabat seperti Wakil Presiden Hamzah Haz, Ketua DPR Tosari Wijaya, bahkan
Ketua MPR Amien Rais yang menjabat waktu itu.
Adalah
Ramli Araby, sang pemilik perusahaan investasi QSAR dikenal sebagai sosok yang
memiliki kemampuan komunikasi mumpuni sehingga mampu meyakinkan orang dengan
mudah. Perusahaan investasi ‘bodongnya’ yang bergerak di bidang agrobisnis
tumbuh dengan pesat. Tak heran, para pejabatnya pun tergiur dengan bisnisnya
dan ikut berinvestasi bahkan turut menarik investor.
Singkat
cerita, selama menjalankan bisnisnya kurang lebih 4 tahun, QSAR mampu meraup
dana sebesar Rp 480 miliar. Borok investasi bodong ini mulai terkuak tahun
2001, di mana dana tersebut tidak pernah diumumkan. Selain itu, investor yang
bergabung belakangan tak kunjung mendapatkan keuntungan yang dijanjikan.
Kasus
ini berakhir dengan dicokoknya Ramli Araby oleh kepolisian pada tahun 2002 dan
divonis hukuman penjara selama 8 tahun oleh pengadilan. Meski dinilai cukup
janggal karena pasal yang didakwakan bukanlah pasal penipuan melainkan
pelanggaran Undang-Undang No. 10 Tahun 1992 tentang Perbankan, yakni menghimpun
dana masyarakat tanpa persetujuan Bank Indonesia.
2)
Golden
Traders Indonesia (GTI) Syariah
Golden
Traders Indonesia (GTI) dikenal publik sebagai perusahaan yang bergerak di
bidang jual beli emas batangan. Pada tahun 2011, perusahaan ini mendapat
sertifikat halal dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) sehingga memproklamirkan
diri sebagai perusahaan investasi berlabel syariah. Dengan label tersebut, maka
perusahaan dapat lebih mudah menjaring investor dari kalangan umat Islam.
Investasi
emas yang digaungkan oleh PT. GTI ini menjanjikan perolehan keuntungan tetap
sebesar 4,5% per bulan kepada para investornya. Dengan syarat, emas yang
menjadi objek investasi harus disimpan ke perusahaan pihak ketiga hingga
kontrak emas dicairkan kembali ke PT. GTI. Bagi masyarakat, jenis investasi ini
cukup menggiurkan buktinya dana yang berhasil dikumpulkan oleh perusahaan ini
dari para investor mencapai Rp 10 triliun.
Sayangnya,
perusahaan investasi berkedok syariah ini hanya mampu bertahan di Indonesia
kurang lebih 2 tahun saja. Pasalnya, tahun 2013 perusahaan mulai mengalami
guncangan sebab tak mampu lagi membayar keuntungan atau bagi hasil yang
dijanjikan kepada para investornya. Bahkan, dikabarkan bahwa seluruh dana
investasi dibawa kabur ke luar negeri oleh Ong Han Cun, sang pemilik
perusahaan.
3)
First
Travel Anugerah Karya Wisata
Siapa
yang tak tahu PT. First Travel Anugerah Karya Wisata yang lebih dikenal publik
dengan nama First Travel? Perusahaan yang bergerak di bidang biro perjalanan
dan umrah ini belakangan diketahui menggunakan skema Ponzi dalam menjalankan
bisnisnya.
Kasus
First Travel menjadi sorotan publik setelah banyak jamaah umrah yang tidak jadi
diberangkatkan padahal sudah membayar. Bisnis biro perjalanan dan umrah First
Travel ini diminati karena menawarkan paket promo umrah dengan harga murah.
Benar saja, First Travel mematok harga paket umrah sebesar Rp 14,3 juta,
sedangkan standar biaya umrah yang ditetapkan oleh Kementerian Agama sebesar Rp
21 – 22 juta. Pantas jika masyarakat tergiur dengan bisnis umrah First Travel
ini.
Jika
investasi dengan skema Ponzi umumnya menawarkan keuntungan yang tinggi dalam
waktu singkat, skema Ponzi yang dimainkan First Travel sedikit berbeda. Tidak
memberikan keuntungan, melainkan menawarkan harga paket umrah yang begitu
murah. Ternyata, kekurangan dari biaya umrah ditutup dari dana jamaah lain yang
mendaftar belakangan.
Kegagalan
memberangkatkan jamaah umrah menguak kebobrokan bisnis First Travel, di mana
dana jamaah digunakan untuk membeli aset pribadi seperti rumah dan mobil mewah
serta membiayai gaya hidup mewah sang pemilik perusahaan, yaitu Andika
Surrachman dan Anniesa Hasibuan yang merupakan pasangan suami istri. Kasus
penipuan ini berakhir dengan vonis penjara masing-masing selama 20 dan 18 tahun
serta denda sebesar Rp 10 miliar.