Posted by : Dewi Purnamasari
Jumat, 16 Maret 2018
1.)Pengertian Hukum
Perikatan
Perikatan dalam bahasa Belanda disebut “verbintenis”.Istilah
perikatan ini lebih umum dipakai dalam literatur hukum di Indonesia. Perikatan
dalam hal ini berarti; hal yang mengikat orang yang satu terhadap orang yang
lain. Hal yang mengikat itu menurut kenyataannya dapat berupa perbuatan,
misalnya jual beli barang. Dapat berupa peristiwa, misalnya lahirnya
seorang bayi,meninggalnya seorang. Dapat berupa keadaan, misalnya; letak
pekarangan yang berdekatan,letak rumah yang bergandengan atau letak rumah yang
bersusun (rusun). Karena hal yang mengikat itu selalu ada dalam kehidupan
bermasyarakat, maka oleh pembentuk undang-undang atau oleh masyarakat sendiri
diakui dan diberi ‘akibat hukum’. Dengan demikian, perikatan yang terjadi
antara orang yang satu dengan yang lain itu disebut hubungan hukum.Jika
dirumuskan, perikatan adalah adalah suatu hubungan hukum dalam lapangan harta
kekayaan antara dua orang atau lebih di mana pihak yang satu berhak atas
sesuatu dan pihak lain berkewajiban atas sesuatu. Hubungan hukum dalam
harta kekayaan ini merupakan suatu akibat hukum, akibat hukum dari suatu
perjanjian atau peristiwa hukum lain yang menimbulkan perikatan. Dari
rumusan ini dapat diketahui bahwa perikatan itu terdapat dalam bidang hukum harta
kekayaan (law of property), juga
terdapat dalam bidang hukum keluarga (family law),dalam bidang hukum waris (law
of succession) serta dalam bidang hukum pribadi (personal law).
Di dalam hukum perikatan, terdapat sistem yang terbuka, dan
yang dimaksud dengan system terbuka adalah setiap orang dapat mengadakan
perikatan yang bersumber pada perjanjian, perjanjian apapun dan
bagaimanapun, baik itu yang diatur dengan undang-undang atau tidak,inilah yang
disebut dengan kebebasan berkontrak, dengan syarat kebebasan berkontrak harus halal,
dan tidak melanggar hukum, sebagaimana yang telah diatur dalam Undang-undang.Di
dalam perikatan ada perikatan untuk berbuat sesuatu dan untuk tidak
berbuat sesuatu.
Yang dimaksud dengan perikatan untuk berbuat sesuatu adalah
melakukan perbuatan yang sifatnya positif, halal, tidak melanggar undang-undang
dan sesuai dengan perjanjian. Sedangkan perikatan untuk tidak berbuat sesuatu
yaitu untuk tidak melakukan perbuatan tertentu yang telah disepakati dalam
perjanjian. Contohnya; perjanjian untuk tidak mendirikan bangunan yangsangat
tinggi sehingga menutupi sinar matahari atau sebuah perjanjian agar memotong
rambut tidak sampai botak.
2.) Dasar Hukum Perikatan
Pada dasarnya ada sedikit kemiripan antara hukum perdata di
Indonesia dengan di Mesir,dikarenakan negara Mesir sendiri mengadopsi hukum
dari Perancis, sedangkan Indonesia mengadopsi hukum dari Belanda, dan Hukum
Perdata Negara Belanda berasal dari HukumPerdata Perancis (yang terkenal dengan
nama Code Napoleon). Jadi, hukum perdata yang diIndonesia dengan di Mesir pada
hakikatnya sama. Akan tetapi hanya bab dan pembagiannya saja yang membedakannya
dikarenakan berasal dari satu nenek moyang yang sama. Sumber-sumber hukum
perikatan yang ada di Indonesia adalah perjanjian dan undang-undang,dan sumber
dari undang-undang dapat dibagi lagi menjadi undang-undang dan perbuatan
manusia. Sumber undang-undang dan perbuatan manusia dibagi lagi menjadi
perbuatan yang menurut hukum dan perbuatan yang melawan hukum.
Dasar hukum
perikatan berdasarkan KUHP terdapat tiga sumber adalah sebagai berikut
·
Perikatan
yang timbul dari persetujuan (perjanjian)
·
Perikatan
yang timbul dari undang-undang
·
Perikatan
terjadi bukan perjanjian , tetapi terjadi karena perbuatan melanggar hukum
(onrechtmatige daad) dan perwakilan sukarela (zaakwaarneming)
Sumber
perikatan berdasarkan undang-undang :
1. Perikatan ( Pasal 1233 KUH Perdata )
: Perikatan, lahir karena suatu persetujuan atau karena undang-undang.
Perikatan ditujukan untuk memberikan sesuatu, untuk berbuat sesuatu, atau untuk
tidak berbuat sesuatu.
2. Persetujuan ( Pasal 1313 KUH Perdata
) : Suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dimana satu orang atau lebih
mengikatkan diri terhadap satu orang lain atau lebih.
3. Undang-undang ( Pasal 1352 KUH
Perdata ) : Perikatan yang lahir karena undang-undang timbul dari undang-undang
atau dari undang-undang sebagai akibat perbuatan orang.
3.) Asas-Asas dalam Hukum Perikatan
Asas-asas dalam hukum perikatan diatur dalam Buku III KUHP,
yakni menganut azas kebebasan berkontrak dan azas konsensualisme :
1. Asas kebebasan berkontrak terlihat di
dalam Pasal 1338 KUHP Perdata yang menyebutkan bahwa segala sesuatu perjanjian
yang dibuat adalah sah bagi para pihak yang membuatnya dan berlaku sebagai
undang-undang bagi mereka yang membuatnya.
2. Asas konsensualisme, artinya bahwa
perjanjian itu lahir pada saat tercapainya kata sepakat antara para pihak
mengenai hal-hal yang pokok dan tidak memerlukan sesuatu formalitas.Dengan
demikian, azas konsensualisme lazim disimpulkan dalam Pasal 1320 KUHP.
3. Asas Kepribadian : 1315 dan 1340 KUHP
·
Pengecualian
: 1792 KUHP.
·
1317
KUHP.
·
Perluasannya
yaitu Ps. 1318 KUHP.
4. Asas Pacta Suntservanda® asas
kepastian hukum: 1338 : 1 KUHP.
4.) Hapusnya Perikatan
Perikatan itu bisa hapus jika memenuhi kriteria-kriteria
sesuai dengan Pasal 1381 KUH Perdata. Ada 10 (sepuluh) cara penghapusan suatu
perikatan adalah sebagai berikut :
1.Pembaharuan
utang (inovatie)
Novasi adalah suatu persetujuan yang menyebabkan hapusnya suatu
perikatan dan pada saat yang bersamaan timbul perikatan lainnya yang
ditempatkan sebagai pengganti perikatan semula.
2.Perjumpaan
utang (kompensasi)
Kompensasi adalah salah satu cara hapusnya perikatan, yang
disebabkan oleh keadaan, dimana dua orang masing-masing merupakan debitur satu
dengan yang lainnya. Kompensasi terjadi apabila dua orang saling berutang satu
pada yang lain dengan mana utang-utang antara kedua orang tersebut dihapuskan,
oleh undang-undang ditentukan bahwa diantara kedua mereka itu telah terjadi,
suatu perhitungan menghapuskan perikatannya (pasal 1425 KUH Perdata).
3.Pembebasan
Utang
Pembebasan utang adalah perbuatan hukum dimana dengan itu
kreditur melepaskan haknya untuk menagih piutangnya dari debitur. Pembebasan
utang tidak mempunyai bentuk tertentu. Dapat saja diadakan secara lisan. Untuk
terjadinya pembebasan utang adalah mutlak, bahwa pernyataan kreditur tentang
pembebasan tersebut ditujukan kepada debitur. Pembebasan utang dapat terjadi
dengan persetujuan atau cuma- cuma.
4.Musnahnya
barang yang terutang
5.Kebatalan
dan pembatalan perikatan-perikatan.
Bidang kebatalan ini dapat dibagi dalam dua hal pokok, yaitu
: batal demi hukum dan dapat dibatalkan.
6.Kadaluwarsa
Menurut ketentuan Pasal 1946 KUH Perdata, lampau waktu adalah
suatu alat untuk memperoleh susuatu atau untuk dibebaskan dari suatu perikatan
dengan lewatnya suatu waktu tertentu dan atas syarat-syarat yang ditentukan
oleh undang-undang. Dari ketentuan Pasal tersebut diatas dapat diketehui ada
dua macam lampau waktu, yaitu :
1.lampau waktu untuk memperolah hak milik atas suatu barang.
2.lampau waktu untuk dibebaskan dari suatu perikatan atau
dibebaskan dari tuntutan.
Adapun
syarat-syarat dari sah-nya suatu perjanjian, yakni:
•Kata
sepakat antara para pihak yang mengikatkan diri, yakni para pihak yang
mengadakan perjanjian harus saling setuju dan seia sekata dalam hal yang pokok
dari perjanjian yang akan diadakan tersebut.
•Cakap untuk
membuat suatu perjanjian, artinya bahwa para pihak harus cakap menurut hukum,
yaitu telah dewasa (berusia 21 tahun) dan tidak di bawah pengampuan.
• Mengenai
suatu hal tertentu, artinya apa yang akan diperjanjikan harus jelas dan terinci
(jenis, jumlah, dan harga) atau keterangan terhadap objek, diketahui hak dan
kewajiban tiap-tiap pihak, sehingga tidak akan terjadi suatu perselisihan
antara para pihak.
• Suatu
sebab yang halal, artinya isi perjanjian itu harus mempunyai tujuan (causa)
yang diperbolehkan oleh undang-undang, kesusilaan, atau ketertiban umum
Sumber :