Archive for Maret 2017

PENDAPAT TENTANG KEBERADAAN PT.FREEPORT



Pendapat Tentang PT. Freeport Indonesia

PT.  FREEPORT INDONESIA
PT Freeport Indonesia adalah sebuah perusahaan afiliasi dari Freeport-McMoRan Copper & Gold Inc. PT Freeport Indonesia menambang, memproses dan melakukan eksplorasi terhadap bijih yang mengandung tembaga, emas, dan perak. Beroperasi di daerah dataran tinggi di kabupaten Mimikaprovinsi Papua, Indonesia. Freeport Indonesia memasarkan konsentrat yang mengandung tembaga, emas dan perak ke seluruh penjuru dunia.
“ menurut saya, mungkin lebih baik kalau PT. Freeport segera diambil alih oleh bangsa Indonesia dari perusahaan tambang Amerika Serikat itu dari Tanah Cendrawasih., karena memang pada awalnya PT. Freeport berdiri ditanah Indonesia tepatnya pada tambang Erstberg (dari 1967) dan tambang Grasberg (sejak 1988), di kawasan Tembaga Pura, Kabupaten Mimika, Provinsi Papua. Hal ini juga dikarenakan lebih banyak dampak negatif dibandingkan dengan dampak positifnya, contohnya : dari komposisi saham yang dimiliki PT.Freeport Indonesia sebesar 90,64 persen dan pemerintah Indonesia hanya memegang 9,36 persen saham Freeport, maka royalti yang diberikan kepada bangsa Indonesia hanya sebesar satu persen.
Bisa di lihat dengan jelas bahwa pemerintah Indonesia mendapatkan penghasilan yang sangat sedikit dari operasi perusahaan ini padahal yang punya tanah dan tempat itu adalah orang papua perlu di ketahui bahwa Freeport berkembang menjadi perusahaan dengan penghasilan 2,3 miliar dolar AS. Menurut Freeport Indonesia sangat tergantung padanya keberadaannya memberikan manfaat langsung dan tidak langsung kepada Indonesia sebesar 33 miliar dolar dari tahun 1992–2004. Angka ini hampir sama dengan 2 persen PDB Indonesia. Tetapi mungkin bangsa Indonesia mampu menyaingi dan mendapatkan keuntungan yang besar  karena dari sisi teknologi kita sudah bisa bersaing dengan negara lain. Dan di Indonesia sangat banyak memiliki ahli-alih perminyakan dan lain-lain.”
Pengelolaan Sumber Daya Alam yang Mensejahterakan

Keberadaan potensi sumberdaya alam yang melimpah Nnusantara dari waktu kewaktu periode pembangunan ternyata belum mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat Daerah, bahkan masyarakat daerah cendrung menanggung akibatnegatif dari eksploitasi Sumber Daya alam tersebut , jika boleh di lakukan kalkulasi antara hasil yang dikeruk dari bumi lambung mangkurat ini dibandingkan dengan pemderitaan rakyat akibatdampak negatif nya maka keberadaankharunia kekayaan alam tersebutjustru menjadi balla(=bencana). Sejarah mencatatbetapa melimpahnya potensi kekayaan hutan berupa kayu Kalimantan Selatan, dengan napsu dan keserakahandibawah kendali oknum-oknum pemerintah yang duduk dipusat pada orde pemerintahahan lalu, dengan memanfaatkan dan berlindung di peraturan dan perundang-undangan yang mampu dibuat(dipesan saat itu), untuk kepentingan pribadi dan golongan tersebut, oknum aparat bersenjatapada saat tersebut dibayar untuk menghadapi dan menakut-nakuti rakyat agar pengerukan Sumber Daya kayu tersebut berjalan mulus,maka ludeslah harta karun yang melimpah ruah tersebut, sementara apa yang bisa dinikmati oleh masyarakat daerah, tidak ada jalan yang mulus, fasiltas umum yang memadai sertasarana pendidikan yang lengkap yang dapat dinikmati masyarakat,yang ada hanya bencana kekeringan, banjir dan penyakit akibat rusaknya ekosistem, coba seandainya 5 % saja potensi sumberdaya alam kayu tersebut dialokasikan untuk masyarakt daerah, ceritanya akan lain, ekonomi masyarakat akan meningkat sehingga bisa membangun rumah yang permanen bebas banjir, Sumber Daya Manusianya akan meningkat sehingga mampu membangun daerah dan mencegah terjadinya bencana, serta bisa berupaya memulihkan kondisi lingkungan dengan reboisasi swakarsa, sementara Dana Reboisasi yang menjadi hak daerah sampai saat ini masih belum jelas juntrungnya, kalaupun ada program reboisasi hanya sebagai sarana kroni-kroni oknum penguasa saat itu mengeruk keuntungan pribadi dengan membuat reboisasi kamuflase. Akankah kesalahan dalam pengelolaan sumber daya alam hutantersebutterus berlangsung terhadap sumberdaya alam lainnya ? maukah kita masyarakat daerahterus diposisikan jadi penonton dan korban akibat pengerukan SDA oleh pihak lain dengan dalih regulasi dan alasan formil lainnya?Tentunya jika kita berpikiran waras menolak dan bereaksi keras terhadap segala upaya yang menyesengsarakan rakyat daerah. Lalu siapa yang berwenang dan mempunyai tanggung jawab untuk melindungi dan memproteksi rakyat daerah dari tindakan kesewenangan tersebut. Kewajiban dan tanggung jawab tersebutyang utama ada di pundak pimpinannegeri ini yang diberi mandat oleh rakyat untuk memimpin, disamping masyarakat juga harus berusaha jangan hanya diam dan pasrah atas perlakuan ketidak adilan tersebut, jangan justru masyarakat yang mempunyai kemampuan dan keahlian untuk bicara dan bersuara,beberapa media lokal,justru turutserta terlibat memuluskan praktek-prektek dari pihak luar tersebut,untuk menyakiti rakyat daerahnya. ”Semut mati dilumbung gula”, itulah fenomena yang nampaknya terjadi dalam pembangunan saat ini. Alangkah ironisnya potensi sumber daya alam nusantara yang begitu melimpah tetapi rakyatnya masih miskin, masih terdapat masyarakat yang mati kelaparan karena gizi buruk, kita mencoba mengungkap salah satu daerah yang berperan sebagai lumbung penghasil tambang batubara nasional yaitu di Kalimantan Selatan, seperti yang dirilis media elektronik TV One 6 balita Kalsel meninggal karena gizi buruk, (TV One 24 Sept, 2009) buktibahwa rakyat Kalsel masih belum sejahtera adalah pencapaian indikator Pembangunan ManusiaKalimantan Selatan berada diurutan 26 dari 33 Provinsi yang direalease Koran Banjarmasin Post tanggal 11 Agustus 2007, yang lebih miris ternyata masih menurut koran tersebut Ketua Komite Ahli Cooporate Social Responsibility(CSR) Award, corporete Forum Community Development(CFCD), Prof. Dr Ir HAM Hardinsyah MS mengatakan IPM Kal-Sel yang berada di peringkat 26 dari 33 provinsi di Indonesia dengan Nilai 67,4. bahkan di regional Kalimantan Kal-Sel menduduki urutan paling buncit. Padahal daerah yang berada diperingkat atas banyak daearah yang tidak memiliki sumber daya alam. Sementara Kalsel kaya”, ujarnyapada seuah seminar. Untuk menaikkan peringkat IPM diperlukan waktu yang sangat lama. Satu peringkat saja memakan waktu sekitar lima tahun. IPM Kal-Sel tahun 2002 sebesar 64,3 kemudian tahun 2004 sebesar 66,7 dan 2005 naik menjadi 67,4 ” jadi kalau Kal-Sel ingin masuk lima besar IPM di Indonesia perlu waktu palaing cepat 50 tahun tukasnya(B.Post, tanggal 11 Agustus 2007).Indikator lain adalah Umur harapan Hidup Kalimantan Selatan rendah hanya 62,4 tahunjauh dibawah standar Umur Harapan Hidup Nasional. Fakta tersebut mengindikasikan bahwa pelaksanaan pembangunan di Kalimantan Selatan masih belum mampu membuat rakyat sejahtera, hal tersebut bertentangan dengan produksi sumber daya batubara yangmenempatkan Kalimantan Selatan sebagai penghasilbahan tambang batubara terbesar kedua secara nasional, fakta tersebut menujukkan bahwa daerah Kalimantan Selatan telah dirampok Sumber Daya Alamnya tanpa mempedulikan kesejahteraan masyarakat daerahnya, hal tersebut juga terjadi di beberapa provinsi lain di negeri ini. Bertitik tolak dari gambaran perkembangan pembangunandan realitas keadaan kesejahteraan rakyatyang belum berkoorelasi, ternyata jalannya pemerintahan dan pembangunan belum melibatkan dan berorientasi kepada rakyatnya, kedepan diperlukan pemimpin negeri yang bisa membangun dan maju bersama rakyatnya, agar bisa mengelola daerah dan masyarakatnya sejahtera bersama-sama. Untuk dapat meningkatkan akselerasi roda ekonomi masyarakat yang berdampak pada peningkatan kesejahteraan masyarakat sangat diperlukan adanya arus investasi yang masuk untuk mengelola potensi sumber daya daerah sehingga mempunyai nilai ekonomi. Perkembangan arus investasi di Indonesia masih belum menggembirakan bahkan menurut hasil survey Japan Bank for International Cooperation(JBIC) tahu 2005 “Indonesia menjadi Negara yang Kurang Menarik untuk Tujuan Investasi”. Daya saing Indonesia pada tahun 2005 berada pada peringkat ke-74 atau turun peringkat dari peringkiat 69 pada tahun 2004(BKPM, 2006). Dan pada tahun 2009 mulai ada perbaikan. Langkah penataan pengembangan potensi daerah yang terarah dan terpadu tidak bisa ditawar lagi harus segera dirumuskan dan dilaksanakan oleh pemerintah sebagai regulator dan fasilitator dan bekerjasama dengan KADINsebagai praktisi usaha yang ditetapkan oleh undang-undang. Straregi dan langkahpenataan pengembangan potensi daearah yang berkeadilan dan berorientasi pada kesejahteraan masyarakat dan pemerintahsangat perlu di laksanakan agarpengalaman masa lalu dalam pengelolaan potensi daerah yang hanya menguntungkan segelintir orang dari luar jangan sampai terulang dan disamping itu juga dalam rangka mengantisipasi timbulnyafriksi dantuntutan serta protes masayarakat akibatkecemburuan dari pengelolaan yang belum nenerapkan segi keadilan bagi masyarakat daerah, timbulnya kerusauhan dan berbagai protes masyarakat nantinya akan membuyarkan semua investasi yang sudah ditanamkan dan harapan untuk menggaet investor sulit untuk dilakukan akibat cara penanganan yang salah dalam mengelola investasi didaerah. Perlu adanya kesadaan dan tekad semua pihak untuk mewujudkan Indonesia sebagai temapat tujuan investasi yang menyenangkan, aman dan terjamin dimana kondisi tersebut menimbulkan berbondong-bondong investor akan menanamkan modalnya. Hal lain yang sangat penting juga diantisipasi dalam penataan pengelolaan investasi tersebut adalah merubah paradigma penonton menjadi paradigma pelaku usaha agar masyarakat daerah tidak jadi penonton saja melainkan juga turut berperan aktif dalam pengelolaan investasi sesuai dengan peran dan kemampuan masing-masing. Untuk maksud tersebut diusulkan strategi Pengelolan Penataan Potensi Daerah sebagai berikut : 1.Pembentukan Tim Persiapan dan Percepatan Investasi Dalam rangka penataan dan melakukan langkah opersioanal persiapan penataan investasi perlu dibentuk Tim Gabungan dibawah Koordinator Pemerintah dalam hal ini BKPM/BKPMD dan Kadin yang terdiri dari berbagai unsur meliputi instansi pemerintah, akademisi, praktisi usaha, NGO dan komponen lain yang terkait, dengan tugas dan tanggung jawab sebagai berikut : Membuat juklak dan juknis standar operasional prosedur Penataan dan percepatan investasi Melakukan sosialisasi dan penyiapan lokasi serta penyiapan masyarakat terhadap kegiatan penataan investasi Menyusun program prioritas investasi masing-masing daerah Melakukan kajian Feasibility studi bekerjasama dengan konsultan Independent Menyusun dan membuat proposal bisnis masing-masing proyek investasi dalam bentuk Proposal bisnis yang memuat tentang informasi yang dapat dipercaya terhadap prospek masing-masing proyek untuk ditawartkan kepada calon Investor Penyiapan surat dukungan dan rekomendasiserta administrative lainnya dari instansi terkait untuk awal atas nama Tim selanjutnya setelah investor berminat serius selanjutnya segala bentuk administrative terrsebut di balik nama atasnama perusahaan investor tersebut. Negosiasi dan Advocasi dan temu bisnisdengan calon investor dan bankir Internasional untuk memasarkan peluang investasi tersebut. Membantu Investor dalam sosialisasi, pembebasan lahan, penyiapan masyarakat dan pengamanan sampai kegiatan pra kontruksi dan dapat dilanjutkan sesuai dengan permintaan dan kebutuhan perusahaan tersebut. Melakukan pemantauan dan pembinaan dan proteksi serta pengaturan jalannya investasi] Memantau kontribusi manfaat investasi bagi masyarakat dan pemerintah darah, termasuk mencegah timbulnya ekonomi biaya tinggi akibat pungutan-pungutan yang tidak resmi 2.Penetapan Zona Kawasan Pengembangan Investasi dan Distribusinya Untuk dapat menata dan mengelola potensi daerah agar dapat dimanfaatkan secara optimal dengan meminimasi potensi konflik dengan masyarakat maupun sesama pelaku usaha perlu ditetapkan pembagian zona atau wilayah pengembangan investasiyang disepakati dan ditaati semua pihak termasuk masyarakat setempat. Dari potensi yang tersedia berdasarkan hasil kajian dan penelitian Tim Terpadu Percepatan Investasi selanjutnya ditetapkan zoa kawasan investasi dengan distribusi sebagai berikut : a.Zona Pengelolaan Investasi Pengusaha dan Masyarakat Daerah sebesar 30 % dari total potensi yang tersedia b.Zona Pengelolaan Investasi BUMD dan atau BUMN yaitu sebesar 20 % dari potensi yang tersedia c.Zona Pengelolaan Investasi PMDN dan PMA sebesar 50 % yang selanjutnya ditawarkan kepada investor nasional dan Luar negeri. Masing-masing zona atau kawasan dibatasi secara tegas dan diberirambu-rambu dilapangan sehinga diharapkan tidak terjadi tumpang tindih dan perebutan yang dapat menimbulkan konflik. Masyarakat yang berada di sekitar wilayah zona tersebut diberikan pengertian dan penyuluhan secara intensif agar dapat mengetahui dan selanjutnya mendukung terhadap program tersebut. Kepada masyarakat daerah dibawah koordinasi pemerintah berupaya mengoptimalkan perannya untuk berusaha dan bekerja sesuai dengan kemampuannya di wilayah yang telah ditetapkan sebagai zona masayarakat daerah, sehingga dengan telah terdistribusinya potensi tersebut dan termasuk pengaturan alokasi bagi masyarakat daerah tentunya diharapkan masyarakat daerah tidak lagi hanya sebagai penonton melainkan juga diharapkan dapat terlibat usaha langsung yang tentunya hal ini merupakan jalan yang penting untuk dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat(secara detail dituangkan dalam buku yang akan di publikasikan) . Sebagai kata kunci dalam upaya percepatan kesejahteraan masyarakat adalah dorong dan libatkan masyarakat daearah untukberusaha dan aktifdalam pengelolaan Sumber Daya Daerah dengan proteksi dan pengawasan langsung oleh Gubernur dan Bupati, saatnya Presiden dan kepala daerah berani melindungi rakyat daerahnya apabila terdapat kebijakan Pusat yang tidak memihak kepadamasyarakatnya.



Referensi :
https://dianyulisady.wordpress.com/2015/03/31/pendapat-tentang-pt-freeport-indonesia/


NAMA KELOMPOK :
1.       DEWI PURNAMASARI  21216904
2.       FIRABIAN                        22216851
3.       MAHATHIR                     24216220


SEJARAH PEREKONOMIAN INDONESIA



  1. KONDISI PEREKONOMIAN INDONESIA PADA MASA PENJAJAHAN

A.Kajian Tentang Sistem Perekonomian Indonesia di Masa Kolonial Belanda
Pertengahan dasawarsa tahun 1960-an terdapat beberapa arsip Belanda dan Indonesia yang berisikan tentang sistem administrasi pada masa pemerintahan Belanda yang terjadi pada abda ke-19 dan abad ke-20 yang dibuka untuk umum.Contohnya sistem tanam paksa yang menimpa para petani di Pulau Jawa saat itu, banyak sejarahwan yang berpendapat bahwa hal itu telah menjadikan petani di Jawa menjadi lebih miskin, padahal tidak demikian.
  1. Sejarah Sistem Perekonomian Indonesia di Masa Sistem Tanam Paksa
Menurut sejarah, sejarah perekonomian Indonesia mencatat bahwa ditahun 1830 terjadi kebangkrutan yang dialami oleh pemerintah penjajah akibat dari Perang Diponegoro tahun 1825 – 1930 yang merupakan perang terbesar di tanah Jawa dan juga Perang Paderi tahun 1821 – 1837 di Sumatera Barat. Kemudian Jendral Van den Bosch selaku Gubernur saat itu memperoleh izin untuk menerapkan Sistem Tanam Paksa atau yang disebut dengan Cultuur Stelsel yang memiliki tujuan utama untuk menutupi defisit dari besarnya anggaran pemerintah serta untuk mengumpulkan kembali kas pemerintahan yang habis terpakai. Dengan memaksa para petani untuk bekerja hingga 4 kali lebih lama dari jam kerja biasa dengan tujuan pokok agar kapasitas hasil pertanian meningkat demi untuk meningkatkan kondisi ekonomi pemerintahan Belanda saat itu.Memang dari hasil sistem Tanam Paksa ini berhasil meningkatkan sejumlah komoditi pertanian hingga dapat dieskpor ke Eropa, sehingga semakin tinggi penghasilan yang didapat oleh pemerintahan Belanda saat itu namun upah yang diberikan kepada kaum petani tidak seimbang dibanding tenaga dan jerih payah yang mereka keluarkan di masa sistem tanam paksa tersebut.
  1. KONDISI PEREKONOMIAN INDONESIA PADA MASAORDE LAMA
Sebagai orang yang pertama memimpin IndonesiaSoekarno adalah peletak dasar perekonomian indonesia. Beberapa kebijakan yang diambil dibawah pemerintahan Soekarno diantaranya :
  • Nasionalisasi Bank Java menjadi Bank Indonesia.
  • Mengamankan usaha-usaha yang menyangkut harkat hidup orang banyak
  • Berusaha memutuskan kontrol Belanda dalam bidang perdagangan ekspor-impor
  • Serta beberapa kebijakan lainya yang ditujukan untuk memajukan perekonomian
indonesia.
Setelah kemerdekaan hingga tahun 1965, perekonomian Indonesia memasuki era yang sangat sulit, karena bangsa Indonesia menghadapi gejolak sosial, politik dan keamanan yang sangat dahsyat, sehingga pertumbuhan ekonomi kurang diperhatikan.
Kegiatan ekonomi masyarakat sangat minim, perusahaan-perusahaan besar saat itu merupakan perusahaan peninggalan penjajah yang mayoritas milik orang asing, dimana produk berorientasi pada ekspor. Kondisi stabilitas sosial- politik dan keamanan yang kurang stabil membuat perusahaan-perusahaan tersebut stagnan. Pada periode tahun 1950-an Indonesia menerapkan model guidance development dalam pengelolaan ekonomi, dengan pola dasar Growth with Distribution of Wealth di mana peran pemerintah pusat sangat dominan dalam mengatur pertumbuhan ekonomi (pembangunan semesta berencana).
Model ini tidak berhasil, karena begitu kompleknya permasalahan ekonomi, sosial, politik dan keamanan yang dihadapi pemerintah dan ingin diselesaikan secara bersama-sama dan simultan. Puncak kegagalan pembangunan ekonomi orde lama adalah terjadi hiper inflasi yang mencapai lebih 500% pada akhir tahun 1965.  Orde Lama berlangsung dari tahun 1945 hingga 1968. Dalam jangka waktu tersebut, Indonesia bergantian menggunakan sistem ekonomi liberal dan sistem ekonomi komando. 

Perekonomian Pada Masa Orde Lama 1945-1966
  • Pada awal kemerdekaan, pembangunan ekonomi Indonesia mengarah perubahan struktur ekonomi kolonial menjadi ekonomi nasional, yang bertujuan untuk memajukan industri kecil untuk memproduksi barang pengganti impor yang pada akhirnya diharapkan mengurangi tingkat ketergantungan terhadap luar negeri.
  • Sistem moneter tentang perbankan khususnya bank sentral masih berjalan seperti wajarnya. Hal ini dibuktikan dengan adanya hak ekslusif untuk mencetak uang dan memegang tanggung jawab perbankan untuk memelihara stabilitas nasional. Bank Indonesia mampu menjaga tingkat kebebasan dari pengambilan keputusan politik.
  • Sejak tahun 1955, pembangunan ekonomi mulai meramba ke proyek-proyek besar. Hal ini dikuatkan dengan keluarnya kebijakan Rencana Pembangunan Semesta Delapan Tahun (1961). Kebijakan ini berisi rencana pendirian proyek-proyek besar dan beberapa proyek kecil untuk mendukung proyek besar tersebut.
  • Rencana ini mencakup sektor-sektor penting dan menggunakan perhitungan modern. Namun sayangnya Rencana Pembangunan Semesta Delapan Tahun ini tidak berjalan atau dapat dikatakan gagal karena beberapa sebab seperti adanya kekurangan devisa untuk menyuplai modal serta kurangnya tenaga ahli.
  • Perekonomian Indonesia pada masa ini mengalami penurunan atau memburuk.
  • Terjadinya pengeluaran besar-besaran yang bukan ditujukan untuk pembangunan dan pertumbuhan ekonomi melainkan berupa pengeluaran militer untuk biaya konfrontasi Irian Barat, Impor beras, proyek mercusuar, dan dana bebas (dana revolusi) untuk membalas jasa teman-teman dekat dari rezim yang berkuasa.
  • Perekonomian juga diperparah dengan terjadinya hiperinflasi yang mencapai 650%. Selain itu Indonesia mulai dikucilkan dalam pergaulan internasional dan mulai dekat dengan negara-negara komunis.

Masa Pasca Kemerdekaan (1945-1950)
Keadaan ekonomi keuangan pada masa awal kemerdekaan amat buruk, antara lain disebabkan oleh:
1. Inflasi yang sangat tinggi, disebabkan karena beredarnya lebih dari satu mata uang secara tidak terkendali. Pada waktu itu, untuk sementara waktu pemerintah RI menyatakan tiga mata uang yang berlaku di wilayah RI, yaitu mata uang De Javasche Bank, mata uang pemerintah Hindia Belanda, dan mata uang pendudukan Jepang Kemudian pada tanggal 6 Maret 1946, Panglima AFNEI (Allied Forces for Netherlands East Indies/pasukan sekutu) mengumumkan berlakunya uang NICA di daerah-daerah yang dikuasai sekutu. Pada bulan Oktober 1946, pemerintah RI juga mengeluarkan uang kertas baru, yaitu ORI (Oeang Republik Indonesia) sebagai pengganti uang Jepang. Berdasarkan teori moneter, banyaknya jumlah uang yang beredar mempengaruhi kenaikan tingkat harga.
2. Adanya blokade ekonomi oleh Belanda sejak bulan November 1945 untuk menutup pintu perdagangan luar negri RI.
3. Kas negara kosong.
4. Eksploitasi besar-besaran di masa penjajahan.

Usaha-usaha yang dilakukan untuk mengatasi kesulitan-kesulitan ekonomi, antara lain :
a. Program Pinjaman Nasional dilaksanakan oleh menteri keuangan Ir. Surachman dengan persetujuan BP-KNIP, dilakukan pada bulan Juli 1946.
b. Upaya menembus blokade dengan diplomasi beras ke India, mangadakan kontak dengan perusahaan swasta Amerika, dan menembus blokade Belanda di Sumatera dengan tujuan ke Singapura dan Malaysia.
c. Konferensi Ekonomi Februari 1946 dengan tujuan untuk memperoleh kesepakatan yang bulat dalam menanggulangi masalah-masalah ekonomi yang mendesak, yaitu : masalah produksi dan distribusi makanan, masalah sandang, serta status dan administrasi perkebunan-perkebunan.
d. Pembentukan Planning Board (Badan Perancang Ekonomi) 19 Januari 1947.
e. Rekonstruksi dan Rasionalisasi Angkatan Perang (Rera) 1948 untuk mengalihkan tenaga bekas angkatan perang ke bidang-bidang produktif.
f. Kasimo Plan yang intinya mengenai usaha swasembada pangan dengan beberapa petunjuk pelaksanaan yang praktis.
Dengan swasembada pangan, diharapkan perekonomian akan membaik (Mazhab Fisiokrat : sektor pertanian merupakan sumber kekayaan).

Masa Demokrasi Liberal (1950-1957)
  • Masa ini disebut masa liberal, karena dalam politik maupun sistem ekonominya menggunakan prinsip-prinsip liberal.
  • Perekonomian diserahkan pada pasar sesuai teori-teori mazhab klasik yang menyatakan laissez faire laissez passer.Padahal pengusaha pribumi masih lemah dan belum bisa bersaing dengan pengusaha nonpribumi, terutama pengusaha Cina.
Pada akhirnya sistem ini hanya memperburuk kondisi perekonomian Indonesia yang baru merdeka
Usaha-usaha yang dilakukan untuk mengatasi masalah ekonomi, antara lain :
  • Gunting Syarifuddin, yaitu pemotongan nilai uang (sanering) 20 Maret 1950, untuk mengurangi jumlah uang yang beredar agar tingkat harga turun.
  • Nasionalisasi De Javasche Bank menjadi Bank Indonesia pada 15 Desember 1951 lewat UU no.24 th 1951 dengan fungsi sebagai bank sentral dan bank sirkulasi.
Program Benteng (Kabinet Natsir), yaitu upaya menumbuhkan wiraswastawan pribumi dan mendorong importir nasional agar bisa bersaing dengan perusahaan impor asing dengan membatasi impor barang tertentu dan memberikan lisensi impornya hanya pada importir pribumi serta memberikan kredit pada perusahaan-perusahaan pribumi agar nantinya dapat berpartisipasi dalam perkembangan ekonomi nasional. Namun usaha ini gagal, karena sifat pengusaha pribumi yang cenderung konsumtif dan tak bisa bersaing dengan pengusaha non-pribumi.
  • Sistem ekonomi Ali-Baba (kabinet Ali Sastroamijoyo I) yang diprakarsai Mr Iskak Cokrohadisuryo, yaitu penggalangan kerjasama antara pengusaha cina dan pengusaha pribumi. Pengusaha non-pribumi diwajibkan memberikan latihan-latihan pada pengusaha pribumi, dan pemerintah menyediakan kredit dan lisensi bagi usaha-usaha swasta nasional. Program ini tidak berjalan dengan baik, karena pengusaha pribumi kurang berpengalaman, sehingga hanya dijadikan alat untuk mendapatkan bantuan kredit dari pemerintah.
  • Pembatalan sepihak atas hasil-hasil KMB, termasuk pembubaran Uni Indonesia-Belanda. Akibatnya banyak pengusaha Belanda yang menjual perusahaannya, akan tetapi pengusaha-pengusaha pribumi belum bisa mengambil alih perusahaan-perusahaan tersebut.

Masa Demokrasi Terpimpin (1959-1967)
  • Sebagai akibat dari dekrit presiden 5 Juli 1959, maka Indonesia menjalankan sistem demokrasi terpimpin dan struktur ekonomi Indonesia menjurus pada sistem etatisme (segala-galanya diatur oleh pemerintah).
  • Dengan sistem ini, diharapkan akan membawa pada kemakmuran bersama dan persamaan dalam sosial, politik,dan ekonomi (Mazhab Sosialisme).
  • Akan tetapi, kebijakan-kebijakan ekonomi yang diambil pemerintah di masa ini belum mampu memperbaiki keadaan ekonomi Indonesia.
Kebijakan-kebijakan ekonomi yang diambil pemerintah di masa itu:
a. Devaluasi yang diumumkan pada 25 Agustus 1959 menurunkan nilai uang sebagai berikut: Uang kertas pecahan Rp 500 menjadi Rp 50, uang kertas pecahan Rp 1000 menjadi Rp 100, dan semua simpanan di bank yang melebihi 25.000 dibekukan.
b. Pembentukan Deklarasi Ekonomi (Dekon) untuk mencapai tahap ekonomi sosialis Indonesia dengan cara terpimpin. Dalam pelaksanaannya justru mengakibatkan stagnasi bagi perekonomian Indonesia. Bahkan pada 1961-1962 harga barang-barang naik 400%.
c. Devaluasi yang dilakukan pada 13 Desember 1965 menjadikan uang senilai Rp 1000 menjadi Rp 1. Sehingga uang rupiah baru mestinya dihargai 1000 kali lipat uang rupiah lama, tapi di masyarakat uang rupiah baru hanya dihargai 10 kali lipat lebih tinggi. Maka tindakan pemerintah untuk menekan angka inflasi ini malah meningkatkan angka inflasi.
d. Kegagalan-kegagalan dalam berbagai tindakan moneter itu diperparah karena pemerintah tidak menghemat pengeluaran-pengeluarannya.
e. Pada masa ini banyak proyek-proyek mercusuar yang dilaksanakan pemerintah, dan juga sebagai akibat politik konfrontasi dengan Malaysia dan negara-negara Barat.
Sekali lagi, ini juga salah satu konsekuensi dari pilihan menggunakan sistem demokrasi terpimpin yang bisa diartikan bahwa Indonesia berkiblat ke Timur (sosialis) baik dalam politik, ekonomi, maupun bidang-bidang lain.

Sitem Perekonomian
Selama masa orde lama, berbagai sistem ekonomi telah mewarnai perekonomian Indonesia, antara lain :
  1. Sistem ekonomi Pancasila & Ekonomi Demokrasi         : Awal Berdirinya RI
  2. Liberalis                                                                             : Awal 1950an – 1957an
  3. Sistem Etatisme                                                                : Awal 1958an – orde baru



Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Selama Orde Baru Hingga Saat Ini
1.     Kondisi Ekonomi Indonesia pada Masa Orde baru (1966-1998)
 Kesejahteraan rakyat telah menjadi korban dan ambisi para petualan politik. Atas dasar kesadran tersebut, maka pada awal Orde Baru Stabilisasi Ekonomi menjadi proritas utama.
a.      Stabilisasi Ekonomi
Pada permulaan Orde Baru, program pemerintah berorientasi pada usaha penyelamatan ekonomi nasional terutama pada usaha pengendalian tingkat inflasi, penyelamatan keuangan negara, dan pengamanan kebutuhan pokok rakyat. Pelaksanaan pembangunan Orde Baru bertumpu kepada program yang dikenal dengan sebutan “ Trilogi Pembangunan” yaitu sebagai berikut :
a)             Pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya menju kepada terciptanya keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia.
b)             Pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi.
c)             Stabilitas yang sehat dan dinamis.
Pelaksanaan Pola Umum Pembangunan jangka panjang (25-30 tahun) dilakukan Orde Baru secara periodic 5 tahunan yang disebut Pelita (Pembangunan Lima Tahun).
·       Pelita I (1969-1974), sasaran yang hendak dicapai adalah tersedianya pangan, sandang, papan, perluasan lapangan kerja, dan kesejahteraan rohani. Pelita 1 menekankan pembangunan di bidang pertanian.
·       Pelita II (1974-1979), sasaran yang hendak dicapai adalah tersedianya pangan, sandang, papan, perluasan lapangan kerja, dan kesejahteraan rakyat.
·       Pelita III (1979-1984), sasaran yang hendak dicapai adalah Trilogi Pembangunan.
·       Pelita IV (1984-1989), sasaran yang hendak dicapai adalah di bidang pertanian tercapainya swasembada pangan.
·       Pelita V (1989-1994), sasaran yang hendak dicapai adalah upaya peningktan semua segi kehidupan bangsa.
·       Pelita VI (1994-1998), Pemerintah menitikberatkan pembangunan ekonomi yang berkaitam dengan industri dan pertanian, serta pembangunan dan peningkatan sumber daya manusia sebagai pendukunggnya.

b.     Dampak Revolusi Hijau dan Indiustrialisasi
Berikut upaya yang dilakukan Pemerintah Indonesia untuk menggalakkan revolusi hijau antara lain :
a)     Intensifikasi Pertanian.
b)     Ekstensifikasi Pertanian.
c)     Diversifikasi Pertanian.
d)     Rehabilitasi Pertanian.
Berikut dampak positif revolusi hijau antara lain :
a)     Memberikan lapangan kerja bagi para petani maupun buruh tani.
b)     Kekurangan bahan pangan dapat teratasi.
c)     Sektor pertanian mampu menjadi pilar penyangga Perekonomian Indonesia.

c.      Dampak Kebijakan Ekonomi Orde Baru
Dampak Positif :
1)     Pertumbuhan ekonomi yang tinggi.
2)     Swasembada beras.
3)      Penurunan angka kemiskinan

2.     Akhir Orde Baru
Krisis moneter yang melanda kawasan asia Tenggara menyebabkan ketidakstabilan Perekonomian Indonesia sejak pertengahan Juli 1997.
3.     Era Reformasi
Reformasi merupakan suatu perubahan tatanan perikehidupan lama dengan tatanan perikehidupan yang baru dan secara hukum menuju kearah perbaikan. Reformasi tahun 1998 menuntut adanya pembaharuan dalam bidang politik, sosial, ekonomi, dan hokum Masalah yang mendesak adalah upaya mengatasi kebutuhan pokok (sembako) dengan harga yang terjangkau masyarakat.
a.      Masa Kepemimpinan B. J. Habibie (21 Mei 1998 – 20 Oktober 1999)
Pada saat pemerintahan presiden B.J Habibie yang mengawali masa reformasi belum melakukan perubahan-perubahan yang cukup berarti di bidang ekonomi. B. J. Habibie diangkat menjadi presiden menggantikan Soeharto pada tanggal 21 Mei 1998. Tugasnya adalah Melanjutkan kebijakan yang telah dibuat  oleh sebelumnya, kemudian Habibie membentuk kabinet yang diberi nama Kabinet Reformasi Pembangunan. Berikut upaya-upaya yang dilakukan Habibie di bidang ekonomi antara lain :
1)     Merekapitulasi perbankan.
2)     Merekonstruksi Perekonomian Indonesia.
3)     Melikuidasi beberapa bank bermasalah.
4)     Menaikkan nilai tukar rupiah terhadap dollar hingga di bawah Rp. 10.000
5)     Mengimplementasikan Reformasi ekonomi yang diisyaratkan oleh IMF.
Presiden B.J Habibie jatuh dari pemerintahannya karena melepaskan wilayah Timor-timor dari Wilayah Indonesia.
b.     Masa Kepemimpinan Abdurrahman Wahid (21 Mei 1998 – 20 Oktober 1999)
Pada masa kepemimpinan presiden Abdurrahman Wahid pun belum ada tindakan yang cukup berati untuk menyelamatkan Indonesia dari keterpurukan. Kepemimpinan Abdurraman Wahid berakhir karena pemerintahannya mengahadapi masalah-masalah yang kontroversial.
c.      Masa Kepemimpinan Megawati Soekarno Putri (23 Juli 2001-20 Oktober 2004)
Masa kepemimpinan Megawati mengalami masalah-masalah yang mendesak yang harus diselesaikan yaitu pemulihan ekonomi dan penegakan hokum. Kebijakan-kebijakan yang ditempuh untuk mengatasai persoalan-persoalan ekonomi antara lain :
1)     Melakukan pembayaran utang luar negeri.
2)     Memelihara dan memantapkan stabilitas Negara.
3)     Memantapkan ekonomi nasional.
4)     Privatisasi BUMN.
5)     Memperbaiki kinerja ekspor.

d.     Masa Kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono (20 Oktober 2004-2014)
Berikut kondisi dan kebijakan-kebijakan masa kepemimpinan SBY di bidang ekonomi antara lain :
1)             Hingga Maret 2005 utang luar negeri U$$136.6 miliar dan masa penundaan utang paris club 3 sudah habis.
2)             Seratus hari pertama lebih banyak bicara ekonomi makro dari pada secara spesifik program peningkatan ekspor.
3)             Pada tanggal 19 Desember 2004 SBY menaikkan haraga “BBM Mewah”.
4)             Melanjutkan pertumbuhan ekonomi Megawati, diperkirakan pertumbuhan ekonomi nya naik hingga 4,4-4,9% dan inflasi meningkat yakni 5,5%.
5)             Menaikkan pendapat perkapita dengan mengandalkan pembangunan infrasruktur missal dengan mendorong pertumbuhan ekonomi serta mengundang investor dengan janji akan memperbaiki iklim investasi.

e.      Perkembangan Ekonomi di Tahun 2015
Awal tahun 2015 menjadi momentum tepat untuk memprediksi kondisi perekonomian Indonesia kedepan. Sebagai salah satu negara yang baru saja mengalami perombakan politik, serangkaian kebijakan baru tentunya akan mempengaruhi proyeksi ekonominya. Meskipun laju perekonomian di tahun lalu mengalami perlambatan, namun sejumlah ahli dan ekonom justru memprediksi bahwa di tahun 2015 perekonomian Indonesia akan mengalami peningkatan. Bagaimana hal ini dapat terjadi? Bahkan ditengah kondisi ekonomi internasional yang terbilang pesimis dalam beberapa tahun terakhir? Berikut ini sejumlah data yang dikumpulkan dari data-data Bank Indonesia dan sejumlah kalangan mengenai perkembangan ekonomi di tahun 2015.
Pada pertengahan Januari lalu, Bank Indonesia menetapkan untuk mempertahankan BI Rate sebesar 7,75%, dengan suku bunga Lending Facility dan suku bunga Deposit Facility masing-masing tetap pada level 8,00% dan 5,75%. Kemudikan dilakukan evaluasi menyeluruh terhadap perkembangan ekonomi Indonesia di 2014 dan prospek ekonomi 2015 dan 2016 yang menunjukkan bahwa kebijakan tersebut masih konsisten dengan upaya untuk mengarahkan inflasi menuju ke sasaran 4±1% pada 2015 dan 2016, dan mendukung pengendalian defisit transaksi berjalan ke tingkat yang lebih sehat.
Mengacu pada evaluasi terhadap perekonomian di tahun lalu, di tahun ini Bank Indonesia memperkirakan  perekonomian Indonesia semakin baik, dengan pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi dan stabilitas makroekonomi yang tetap terjaga, ditopang oleh perbaikan ekonomi global dan semakin kuatnya reformasi struktural dalam memperkuat fundamental ekonomi nasional.
Perekonomian Indonesia tahun 2014 diprakirakan tumbuh sebesar 5,1%, melambat dibandingkan dengan 5,8% pada tahun sebelumnya. Dari sisi eksternal, perlambatan tersebut terutama dipengaruhi oleh ekspor yang menurun akibat turunnya permintaan dan harga komoditas global, serta adanya kebijakan pembatasan ekspor mineral mentah. Meskipun ekspor secara keseluruhan menurun, ekspor manufaktur cenderung membaik sejalan dengan berlanjutnya pemulihan AS. Dari sisi permintaan domestik, perlambatan tersebut didorong oleh terbatasnya konsumsi pemerintah seiring dengan program penghematan anggaran.
Sementara itu, kegiatan investasi juga masih tumbuh terbatas. Kinerja pertumbuhan ekonomi yang masih cukup tinggi terutama ditopang oleh konsumsi rumah tangga yang tetap solid. Pada tahun 2015, pertumbuhan ekonomi diperkirakan akan lebih tinggi, yaitu tumbuh pada kisaran 5,4-5,8%. Berbeda dengan 2014, di samping tetap kuatnya konsumsi rumah tangga, tingginya pertumbuhan ekonomi di 2015 juga akan didukung oleh ekspansi konsumsi dan investasi pemerintah sejalan dengan peningkatan kapasitas fiskal untuk mendukung kegiatan ekonomi produktif, termasuk pembangunan infrastruktur.


Reference:

NAMA KELOMPOK :
1.       DEWI PURNAMASARI  21216904
2.       FIRABIAN                        22216851
3.       MAHATHIR                     24216220

- Copyright © Dewi purnamasari - Blogger Templates - Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -