Archive for Maret 2018
Hukum Perikatan
1.)Pengertian Hukum
Perikatan
Perikatan dalam bahasa Belanda disebut “verbintenis”.Istilah
perikatan ini lebih umum dipakai dalam literatur hukum di Indonesia. Perikatan
dalam hal ini berarti; hal yang mengikat orang yang satu terhadap orang yang
lain. Hal yang mengikat itu menurut kenyataannya dapat berupa perbuatan,
misalnya jual beli barang. Dapat berupa peristiwa, misalnya lahirnya
seorang bayi,meninggalnya seorang. Dapat berupa keadaan, misalnya; letak
pekarangan yang berdekatan,letak rumah yang bergandengan atau letak rumah yang
bersusun (rusun). Karena hal yang mengikat itu selalu ada dalam kehidupan
bermasyarakat, maka oleh pembentuk undang-undang atau oleh masyarakat sendiri
diakui dan diberi ‘akibat hukum’. Dengan demikian, perikatan yang terjadi
antara orang yang satu dengan yang lain itu disebut hubungan hukum.Jika
dirumuskan, perikatan adalah adalah suatu hubungan hukum dalam lapangan harta
kekayaan antara dua orang atau lebih di mana pihak yang satu berhak atas
sesuatu dan pihak lain berkewajiban atas sesuatu. Hubungan hukum dalam
harta kekayaan ini merupakan suatu akibat hukum, akibat hukum dari suatu
perjanjian atau peristiwa hukum lain yang menimbulkan perikatan. Dari
rumusan ini dapat diketahui bahwa perikatan itu terdapat dalam bidang hukum harta
kekayaan (law of property), juga
terdapat dalam bidang hukum keluarga (family law),dalam bidang hukum waris (law
of succession) serta dalam bidang hukum pribadi (personal law).
Di dalam hukum perikatan, terdapat sistem yang terbuka, dan
yang dimaksud dengan system terbuka adalah setiap orang dapat mengadakan
perikatan yang bersumber pada perjanjian, perjanjian apapun dan
bagaimanapun, baik itu yang diatur dengan undang-undang atau tidak,inilah yang
disebut dengan kebebasan berkontrak, dengan syarat kebebasan berkontrak harus halal,
dan tidak melanggar hukum, sebagaimana yang telah diatur dalam Undang-undang.Di
dalam perikatan ada perikatan untuk berbuat sesuatu dan untuk tidak
berbuat sesuatu.
Yang dimaksud dengan perikatan untuk berbuat sesuatu adalah
melakukan perbuatan yang sifatnya positif, halal, tidak melanggar undang-undang
dan sesuai dengan perjanjian. Sedangkan perikatan untuk tidak berbuat sesuatu
yaitu untuk tidak melakukan perbuatan tertentu yang telah disepakati dalam
perjanjian. Contohnya; perjanjian untuk tidak mendirikan bangunan yangsangat
tinggi sehingga menutupi sinar matahari atau sebuah perjanjian agar memotong
rambut tidak sampai botak.
2.) Dasar Hukum Perikatan
Pada dasarnya ada sedikit kemiripan antara hukum perdata di
Indonesia dengan di Mesir,dikarenakan negara Mesir sendiri mengadopsi hukum
dari Perancis, sedangkan Indonesia mengadopsi hukum dari Belanda, dan Hukum
Perdata Negara Belanda berasal dari HukumPerdata Perancis (yang terkenal dengan
nama Code Napoleon). Jadi, hukum perdata yang diIndonesia dengan di Mesir pada
hakikatnya sama. Akan tetapi hanya bab dan pembagiannya saja yang membedakannya
dikarenakan berasal dari satu nenek moyang yang sama. Sumber-sumber hukum
perikatan yang ada di Indonesia adalah perjanjian dan undang-undang,dan sumber
dari undang-undang dapat dibagi lagi menjadi undang-undang dan perbuatan
manusia. Sumber undang-undang dan perbuatan manusia dibagi lagi menjadi
perbuatan yang menurut hukum dan perbuatan yang melawan hukum.
Dasar hukum
perikatan berdasarkan KUHP terdapat tiga sumber adalah sebagai berikut
·
Perikatan
yang timbul dari persetujuan (perjanjian)
·
Perikatan
yang timbul dari undang-undang
·
Perikatan
terjadi bukan perjanjian , tetapi terjadi karena perbuatan melanggar hukum
(onrechtmatige daad) dan perwakilan sukarela (zaakwaarneming)
Sumber
perikatan berdasarkan undang-undang :
1. Perikatan ( Pasal 1233 KUH Perdata )
: Perikatan, lahir karena suatu persetujuan atau karena undang-undang.
Perikatan ditujukan untuk memberikan sesuatu, untuk berbuat sesuatu, atau untuk
tidak berbuat sesuatu.
2. Persetujuan ( Pasal 1313 KUH Perdata
) : Suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dimana satu orang atau lebih
mengikatkan diri terhadap satu orang lain atau lebih.
3. Undang-undang ( Pasal 1352 KUH
Perdata ) : Perikatan yang lahir karena undang-undang timbul dari undang-undang
atau dari undang-undang sebagai akibat perbuatan orang.
3.) Asas-Asas dalam Hukum Perikatan
Asas-asas dalam hukum perikatan diatur dalam Buku III KUHP,
yakni menganut azas kebebasan berkontrak dan azas konsensualisme :
1. Asas kebebasan berkontrak terlihat di
dalam Pasal 1338 KUHP Perdata yang menyebutkan bahwa segala sesuatu perjanjian
yang dibuat adalah sah bagi para pihak yang membuatnya dan berlaku sebagai
undang-undang bagi mereka yang membuatnya.
2. Asas konsensualisme, artinya bahwa
perjanjian itu lahir pada saat tercapainya kata sepakat antara para pihak
mengenai hal-hal yang pokok dan tidak memerlukan sesuatu formalitas.Dengan
demikian, azas konsensualisme lazim disimpulkan dalam Pasal 1320 KUHP.
3. Asas Kepribadian : 1315 dan 1340 KUHP
·
Pengecualian
: 1792 KUHP.
·
1317
KUHP.
·
Perluasannya
yaitu Ps. 1318 KUHP.
4. Asas Pacta Suntservanda® asas
kepastian hukum: 1338 : 1 KUHP.
4.) Hapusnya Perikatan
Perikatan itu bisa hapus jika memenuhi kriteria-kriteria
sesuai dengan Pasal 1381 KUH Perdata. Ada 10 (sepuluh) cara penghapusan suatu
perikatan adalah sebagai berikut :
1.Pembaharuan
utang (inovatie)
Novasi adalah suatu persetujuan yang menyebabkan hapusnya suatu
perikatan dan pada saat yang bersamaan timbul perikatan lainnya yang
ditempatkan sebagai pengganti perikatan semula.
2.Perjumpaan
utang (kompensasi)
Kompensasi adalah salah satu cara hapusnya perikatan, yang
disebabkan oleh keadaan, dimana dua orang masing-masing merupakan debitur satu
dengan yang lainnya. Kompensasi terjadi apabila dua orang saling berutang satu
pada yang lain dengan mana utang-utang antara kedua orang tersebut dihapuskan,
oleh undang-undang ditentukan bahwa diantara kedua mereka itu telah terjadi,
suatu perhitungan menghapuskan perikatannya (pasal 1425 KUH Perdata).
3.Pembebasan
Utang
Pembebasan utang adalah perbuatan hukum dimana dengan itu
kreditur melepaskan haknya untuk menagih piutangnya dari debitur. Pembebasan
utang tidak mempunyai bentuk tertentu. Dapat saja diadakan secara lisan. Untuk
terjadinya pembebasan utang adalah mutlak, bahwa pernyataan kreditur tentang
pembebasan tersebut ditujukan kepada debitur. Pembebasan utang dapat terjadi
dengan persetujuan atau cuma- cuma.
4.Musnahnya
barang yang terutang
5.Kebatalan
dan pembatalan perikatan-perikatan.
Bidang kebatalan ini dapat dibagi dalam dua hal pokok, yaitu
: batal demi hukum dan dapat dibatalkan.
6.Kadaluwarsa
Menurut ketentuan Pasal 1946 KUH Perdata, lampau waktu adalah
suatu alat untuk memperoleh susuatu atau untuk dibebaskan dari suatu perikatan
dengan lewatnya suatu waktu tertentu dan atas syarat-syarat yang ditentukan
oleh undang-undang. Dari ketentuan Pasal tersebut diatas dapat diketehui ada
dua macam lampau waktu, yaitu :
1.lampau waktu untuk memperolah hak milik atas suatu barang.
2.lampau waktu untuk dibebaskan dari suatu perikatan atau
dibebaskan dari tuntutan.
Adapun
syarat-syarat dari sah-nya suatu perjanjian, yakni:
•Kata
sepakat antara para pihak yang mengikatkan diri, yakni para pihak yang
mengadakan perjanjian harus saling setuju dan seia sekata dalam hal yang pokok
dari perjanjian yang akan diadakan tersebut.
•Cakap untuk
membuat suatu perjanjian, artinya bahwa para pihak harus cakap menurut hukum,
yaitu telah dewasa (berusia 21 tahun) dan tidak di bawah pengampuan.
• Mengenai
suatu hal tertentu, artinya apa yang akan diperjanjikan harus jelas dan terinci
(jenis, jumlah, dan harga) atau keterangan terhadap objek, diketahui hak dan
kewajiban tiap-tiap pihak, sehingga tidak akan terjadi suatu perselisihan
antara para pihak.
• Suatu
sebab yang halal, artinya isi perjanjian itu harus mempunyai tujuan (causa)
yang diperbolehkan oleh undang-undang, kesusilaan, atau ketertiban umum
Sumber :
HUKUM PERDATA YANG BERLAKU DI INDONESIA
Hukum Perdata yang
berlaku di Indonesia
Hukum Perdata adalah ketentuan yang mengatur hak-hak dan
kepentingan antara individu-individu dalam masyarakat. Dalam
tradisi hukum di daratanEropa (civil law) dikenal pembagian
hukum menjadi dua yakni hukum publik dan hukum privat atau
hukum perdata. Dalam sistem Anglo Sakson (common law) tidak dikenal
pembagian semacam ini. Hukum di Indonesia merupakan campuran dari sistem hukum
hukum Eropa, hukum Agama dan hukum Adat.
Sebagian besar sistem yang dianut, baik perdata maupun
pidana, berbasis pada hukum Eropa kontinental, khususnya dari Belanda karena
aspek sejarah masa lalu Indonesia yang merupakan wilayah jajahan dengan sebutan
Hindia Belanda (Nederlandsch-Indie).Yang dimaksud dengan Hukum perdata
Indonesia adalah hukum perdata yang berlaku bagi seluruh Wilayah di Indonesia.
Hukum perdata yang berlaku di Indonesia adalah hukum perdata barat (Belanda)
yang pada awalnya berinduk pada Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang aslinya
berbahasa Belanda atau dikenal dengan Burgerlijk Wetboek dan biasa disingkat
dengan B.W. Sebagaian materi B.W. sudah dicabut berlakunya & sudah diganti
dengan Undang-Undang RI misalnya mengenai Perkawinan, Hipotik, Kepailitan,
Fidusia sebagai contoh Undang-Undang Perkawinan No.1 tahun 1974, Undang-Undang
Pokok Agraria No.5 Tahun 1960.
Hukum perdata disebut pula hukum privat atau hukum sipil
sebagai lawan dari hukum publik. Jika hukum publik mengatur hal-hal yang
berkaitan dengan negara serta kepentingan umum (misalnya politik dan pemilu
(hukum tata negara), kegiatan pemerintahan sehari-hari (hukum administrasi atau
tata usaha negara), kejahatan (hukum pidana), maka hukum perdata men gatur
hubungan antara penduduk atau warga negara sehari-hari, seperti misalnya
kedewasaan seseorang, perkawinan, perceraian, kematian, pewarisan, harta benda,
kegiatan usaha dan tindakan-tindakan yang bersifat perdata lainnya.
Ada beberapa sistem hukum yang berlaku di dunia dan perbedaan
sistem hukum tersebut juga mempengaruhi bidang hukum perdata, antara lain
sistem hukum Anglo-Saxon (yaitu sistem hukum yang berlaku di Kerajaan Inggris
Raya dan negara-negara persemakmuran atau negara-negara yang terpengaruh oleh
Inggris, misalnya Amerika Serikat), sistem hukum Eropa kontinental, sistem
hukum komunis, sistem hukum Islam dan sistem-sistem hukum lainnya. Hukum
perdata di Indonesia didasarkan pada hukum perdata di Belanda, khususnya hukum
perdata Belanda pada masa penjajahan.
Adapun
kriteria hukum perdata yang dikatakan nasional yaitu :
1. Berasal dari hukum perdata Indonesia
2. Berdasarkan sistem nilai budaya
3. Produk hukum pembentukan
Undang-undang Indonesia
4. Berlaku untuk semua warga negara
Indonesia
5. Berlaku untuk seluruh wilayah
Indonesia
SEJARAH
HUKUM PERDATA
Hukum
perdata yang saat ini berlaku di
Indonesia berasal dari sejarah hukum perdata EROPA.Bermula
dari benua Eropa, terutama di Eropa Kontinental berlaku Hukum Perdata Romawi,
disamping adanya Hukum tertulis dan Hukum kebiasaan setempat. Diterimanya Hukum
Perdata Romawi pada waktu itu sebagai hukum asli dari negara-negara di Eropa,
oleh karena itu hukum di di Eropa tidak terintegrasi sebagaimana mestinya,
dimana tiap-tiap daerah memiliki peraturan-peraturan sendiri, juga peraturan
setiap daerah itu berbeda-beda.
Oleh karena adanya perbedaan terlihat
jelas bahwa tidak adanya kepastian hukum yang menunjang, sehingga orang
mencari jalan untuk kepastian hukum dan keseragaman hukum.
Pada
tahun 1804 batas prakarsa Napoleon terhimpunlah Hukum Perdata dalam satu
kumpulan peraturan yang bernama “Code Civil des Francais” yang juga dapat
disebut “Code Napoleon”.Dan mengenai peraturan-peraturan hukum yang belum ada
di Jaman Romawi anatar lain masalah wessel, assuransi, dan badan-badan hukum.
Akhirnya pada jaman Aufklarung (jaman baru pada sekitar abad pertengahan)
akhirnya dimuat pada kitab undang-undang tersendiri dengan nama “Code de
Commerce”.
Sejalan
degan adanya penjajahan oleh bangsa Belanda (1809-1811), maka Raja Lodewijk
Napoleon menetapkan: “Wetboek Napoleon Ingeright Voor het Koninkrijk Holland”
yang isinya mirip dengan “Code Civil des Francais atau Code Napoleon” untuk
dijadikan sumber Hukum Perdata di Belanda (Nederland).Setelah berakhirnya
penjajahan dan dinyatakan Nederland disatukan dengan Perancis pada tahun 1811,
Code Civil des Francais atau Code Napoleon ini tetap berlaku di Belanda
(Nederland).Oleh karena perkembangan jaman, dan setelah beberapa tahun
kemerdekaan Belanda (Nederland) dari Perancis ini, bangsa Belanda mulai
memikirkan dan mengerjakan kodifikasi dari Hukum Perdatanya. Dan tepatnya 5
Juli 1830 kodifikasi ini selesai dengan terbentuknya BW (Burgelijk Wetboek) dan
WVK (Wetboek van koophandle) ini adalah produk Nasional-Nederland namun isi dan
bentuknya sebagian besar sama dengan Code Civil des Francais dan Code de
Commerce.
Pada
tahun 1948,kedua Undang-undang produk Nasional-Nederland ini diberlakukan di
Indonesia berdasarkan azas koncordantie (azas Politik Hukum).Sampai saat ini
kita kenal denga kata KUH Sipil (KUHP) untuk BW (Burgerlijk Wetboek). Sedangkan
KUH Dagang untuk WVK (Wetboek van koophandle).
Pengertian dan Keadaan
Hukum di Indonesia
1. Pengertian Hukum Perdata
Hukum perdata ialah hukum yang mengatur hubungan antara
perorangan didalam masyarakat. Perkataan hukum perdata dalam artian yang luas
meliputi hukum privat materiil dan dapat juga dikatakan sebagai lawan dari
hukum pidana.
2. Keadaan Hukum Perdata di Indonesia
Mengenai keadaan hukum perdata di Indonesia dapat dikatakan
masih beraneka ragam. Keaneka-ragaman tersebut dikarenakan karena Indonesia
yang terdiri dari suku dan bangsa serta faktor yuridis yang membagi Indonesia
menjadi 3 golongan yakni golongan Indonesia asli berlakukan hukum adat,
golongan eropa memberlakukan hukum barat dan hukum dagang, dan golongan timur
asing memberlakukan hukum masing-masing dengan catatan timur asing.
Sistematika Hukum
Perdata di Indonesia
1.Sistematika
hukum perdata dalam Burgenjik Wetboek (BW) dan Kitab Undang-undang Hukum
Perdata (KUHPdt).Sistematika hukum perdata dalam Burgenjik Wetboek (BW) dan
Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPdt) terdiri dari empat buku
sebagai berikut :
·
Buku
I yang berjudul “Perihal Orang” ‘van persoonen’ memuat hukum perorangan dan
hukum kekeluargaan
·
Buku
II yang berjudul “Perihal Benda” ‘van zaken’, memuat hukum benda dan hukum
waris
·
Buku
III yang berjudul “Perihal Perikatan” ‘van verbinennisen’, memuat hukum harta
kekayaan yang berhubungan dengan hak dan kewajiban yang berlaku bagi
orang-orang atau pihak-pihak tertentu.
·
Buku
IV yang berjudul Perihal Pembuktian Dan Kadaluwarsa” ‘van bewjis en verjaring’,
memuat perihal alat-alat pembuktian dan akibat-akibat lewat waktu terhadap
hubungan-hubungan hukumSistematika hukum perdata menurut ilmu pengetahuan
2. Menurut
ilmu pengetahuan, hukum perdata sekarang ini lazim dibagi dalam empat bagian,
yaitu :
·
Hukum
tentang orang atau hukum perorangan (persoonrecht) yang antara lain mengatur
tentang orang sebagai subjek hukum dan orang dalam kecakapannya untuk memiliki
hak-hak dan bertindak sendiri untuk melaksanakan hak-haknya itu.
·
Hukum
kekeluargaan atau hukum keluarga (familierecht) yang memuat antara lain tentang
perkawinan, perceraian beserta hubungan hukum yang timbul didalamnya seperti
hukum harta kekayaan suami dan istri. Kemudian mengenai hubungan hukum antara
orangtua dan anak-anaknya atau kekuasaan orang tua (ouderlijik macht),
perwalian (yongdij), dan pengampunan (curatele).
·
Hukum
kekayaan atau hukum harta kekayaan (vernogenscrecht) yang mengatur tentang
hubungan-hubungan hukum yang dapat dinilai dengan uang. Hukum harta ini
meliputi hak mutlak ialah hak-hak yang berlaku terhadap setiap orang dan hak
perorangan adalah hak-hak yang hanya berlaku terhadap seseorang atau suatu
pihak tertentu saja.
·
Hukum
waris (etfrecht) mengatur tentang benda atau kekayaan seseorang jika ia
meninggal dunia (mengatur akibat-akibat) hukum dari hubungan keluarga terhadap
harta warisan yang ditinggalkan seseorang.
Sumber :
https://triajengwahyuningsih.wordpress.com/2016/03/10/bab-3-hukum-perdata-yang-berlaku-di-indonesia/
https://dwisetiati.wordpress.com/2012/06/05/sejarah-singkat-hukum-perdata-yang-berlaku-di-indonesia/
SUBJEK HUKUM DAN OBJEK HUKUM
SUBJEK HUKUM DAN OBJEK HUKUM
A. SUBJEK HUKUM
Subjek
Hukum adalah segala sesuatu yang dapat mempunyai hak dan kewajiban untuk
bertindak dalam hukum. Subjek hukum terdiri dari Orang dan Badan Hukum. Subjek
hukum dibagi menjadi 2 jenis, yaitu :
1.Subjek
Hukum Manusia (orang)
Adalah setiap orang yang mempunyai kedudukan yang sama selaku pendukung hak dan kewajiban. Pada prinsipnya orang sebagai subjek hukum dimulai sejak lahir hingga meninggal dunia. Selain itu juga ada manusia yang tidak dapat dikatakan sebagai subjek hukum. Seperti :
Adalah setiap orang yang mempunyai kedudukan yang sama selaku pendukung hak dan kewajiban. Pada prinsipnya orang sebagai subjek hukum dimulai sejak lahir hingga meninggal dunia. Selain itu juga ada manusia yang tidak dapat dikatakan sebagai subjek hukum. Seperti :
·
Anak
yang masih dibawah umur, belum dewasa, dan belum menikah.
·
Orang
yang berada dalam pengampunan yaitu orang yang sakit ingatan, pemabuk,
pemboros.
Menurut
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Pasal 1330, mereka yang oleh hukum telah
dinyatakan tidak cakap untuk melakukan sendiri perbuatan hukum ialah:
·
Orang
yang belum dewasa.
·
Orang
yang ditaruh di bawah pengampuan (curatele), seperti orang yang dungu, sakit
ingatan, dan orang boros.
·
Orang
perempuan dalam pernikahan (wanita kawin).
2. Subjek
Hukum Badan Hukum
Badan
Hukum (recht persoon). Badan hukum adalah suatu badan yang terdiri dari
kumpulan orang yang diberi status "persoon" oleh hukum sehingga
mempunyai hak dan kewajiban. Badan hukum dapat menjalankan perbuatan hukum
sebagai pembawa hak manusia. Seperti melakukan perjanjian,
mempunyai kekayaan yang terlepas dari para anggotanya dan sebagainya. Perbedaan
badan hukum dengan manusia sebagai pembawa hak adalah badan hukum tidak dapat
melakukan perkawinan, tidak dapat diberi hukuman penjara, tetapi badan hukum
dimungkinkan dapat dibubarkan.
Sebagai subjek hukum,
badan hukum mempunyai syarat-syarat yang telah ditentukan oleh hukum yaitu
Teori Kekayaan bertujuan :
1.
Memiliki kekayaan yg terpisah dari kekayaan anggotanya.
2. Hak dan
Kewajiban badan hukum terpisah dari hak dan kewajiban para anggotanya.
Badan
hukum dibagi menjadi dua macam bagian, yaitu :
a. Badan
Hukum Privat
Badan
Hukum Privat (Privat Recths Persoon)
adalah badan hukum yang didirikan berdasarkan hukum sipil atau perdata yang
menyangkut kepentingan banyak orang di dalam badan hukum itu.
Dengan
demikian badan hukum privat merupakan badan hukum swasta yang didirikan orang
untuk tujuan tertentu yakni keuntungan, sosial, pendidikan, ilmu pengetahuan,
dan lain-lain menurut hukum yang berlaku secara sah misalnya perseroan
terbatas, koperasi, yayasan, badan amal.
b. Badan
Hukum Publik
Badan
Hukum Publik (Publiek Rechts Persoon)
adalah badan hukum yang didirikan berdasarkan publik untuk yang menyangkut
kepentingan publik atau orang banyak atau negara umumnya.
Dengan
demikian badan hukum publik merupakan badan hukum negara yang dibentuk oleh
yang berkuasa berdasarkan perundang-undangan yang dijalankan secara fungsional
oleh eksekutif (Pemerintah) atau badan pengurus yang diberikan tugas untuk itu,
seperti Negara Republik Indonesia, Pemerintah Daerah tingkat I dan II, Bank
Indonesia dan Perusahaan Negara.
Ada empat
teori yg digunakan sebagai syarat badan hukum untuk menjadi subyek hukum, yaitu
:
·
Teori
Fictie
·
Teori Kekayaan Bertujuan
·
Teori
Pemilikan
·
Teori
Organ
Menurut sifatnya badan hukum ini dibagi
menjadi dua yaitu ;
1.
Badan hukum publik, yaitu badan hukum yang didirikan oleh pemerintah.
2.
Badan hukum privat adalah badan hukum yang didirikan oleh pribadi (bukan
pemerintah)
B. OBJEK HUKUM
Objek
hukum adalah segala sesuatu yang bermanfaat bagi subjek hukum dan dapat
menjadi objek dalam suatu hubungan hukum. Objek hukum dapat berupa benda atau
barang ataupun hak yang dapat dimiliki serta bernilai ekonomis.
Jenis objek hukum berdasarkan pasal 503-504 KUH Perdata disebutkan bahwa benda dapat dibagi menjadi 2, yakni:
Jenis objek hukum berdasarkan pasal 503-504 KUH Perdata disebutkan bahwa benda dapat dibagi menjadi 2, yakni:
1.Benda Bergerak
Adalah
suatu benda yang sifatnya dapat dilihat, diraba, dirasakan dengan panca indera,
terdiri dari benda berubah / berwujud.
2. Benda Tidak
Bergerak
Adalah
suatu benda yang dirasakan oleh panca indera saja (tidak dapat dilihat) dan
kemudian dapat direalisasikan menjadi suatu kenyataan, contohnya merk
perusahaan, paten, dan ciptaan musik/lagu.
C. Hak Kebendaan yang Bersifat
Sebagai Pelunasan Hutang (Hak Jaminan)
Hak
kebendaan yang bersifat sebagai pelunasan hutang (hak jaminan) adalah hak
jaminan yang melekat pada kreditor yang memberikan kewenangan untuk melakukan
eksekusi kepada benda yang dijadikan jaminan jika debitur melakukan
wansprestasi terhadap suatu prestasi (perjanjian). Dengan demikian hak jaminan
tidak dapat berdiri karena hak jaminan merupakan perjanjian yang bersifat
tambahan (accessoir) dari perjanjian pokoknya, yakni perjanjian hutang piutang
(perjanjian kredit). Perjanjian hutang piutang dalam KUH Perdata tidak diatur
secara terperinci, namun bersirat dalam pasal 1754 KUH Perdata tentang
perjanjian pinjaman pengganti yakni dikatakan bahwa bagi mereka yang
meminjam harus mengembalikan dengan bentuk dan kualitas yang sama.
Macam-macam Pelunasan
Hutang Dalam pelunasan hutang adalah terdiri dari pelunasan bagi jaminan yang
bersifat umum dan jaminan yang bersifat khusus :
1. Jaminan
Umum
Pelunasan
hutang dengan jaminan umum didasarkan pada pasal 1131KUH Perdata dan pasal1132
KUH Perdata.Dalam pasal 1131 KUH Perdata dinyatakan bahwa segala
kebendaan debitur baik yang adamaupun yang akan ada baik bergerak maupun yang
tidak bergerak merupakan jaminan terhadap pelunasan hutang yang dibuatnya.
Sedangkan pasal 1132 KUH Perdata menyebutkan harta kekayaan debitur menjadi
jaminan secara bersama-sama bagi semua kreditur yang memberikan hutang
kepadanya.Pendapatan penjualan benda-benda itu dibagi-bagi menurut keseimbangan
yakni besar kecilnya piutang masing-masing kecuali diantara para
berpiutang itu ada alasan-alasan sah untuk didahulukan.Dalam hal ini
benda yang dapat dijadikan pelunasan jaminan umum apabila telah
memenuhi persyaratan antara lain:
a. Benda
tersebut bersifat ekonomis (dapat dinilai dengan uang).
b.Benda
tersebut dapat dipindah tangankan haknya kepada pihak lain.
2. Jaminan Khusus
Pelunasan
hutang dengan jaminan khusus merupakan hak khusus pada jaminan tertentu
bagi pemegang gadai, hipotik,dll.
A.Gadai
Dalam
pasal 1150 KUH perdata disebutkan bahwa gadai adalah hak yang diperoleh kreditur
atassuatu barang bergerak yang diberikan kepadanya oleh debitur atau orang lain
atas namanyauntuk menjamin suatu hutang.Selain itu memberikan kewenangan kepada
kreditur untuk mendapatkan pelunasan dari barangtersebut lebih dahulu dari
kreditur-kreditur lainnya terkecuali biaya-biaya untuk melelang barangdan biaya
yang telah di keluarkan untuk memelihara benda itu dan biaya-biaya itu
didahulukan. Sifat-sifat Gadai yakni:
a. Gadai
adalah untuk benda bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud.
b. Gadai
bersifat accesoir
B. Hipotik
Hipotik
berdasarkan pasal 1162 KUH perdata adalah suatu hak kebendaan atas benda
tidak bergerak untuk mengambil pengantian dari padanya bagi
pelunasan suatu perhutangan(verbintenis). Sifat-sifat hipotik yakni:
1. Bersifat
accesoir
2. Mempunyai
sifat zaaksgevolg (droit desuite), yaitu hak hipotik senantiasa
mengikuti bendanya dalam tagihan tangan siapa pun benda tersebut berada
dalam pasal 1163 ayat 2KUH perdata .
3. Lebih
didahulukan pemenuhanya dari piutang yang lain (droit de preference)
berdasarkan pasal 1133-1134 ayat 2 KUH perdata.
4.Obyeknya
benda-benda tetap.
Sumber :
PENGERTIAN HUKUM DAN HUKUM EKONOMI
PENGERTIAN HUKUM DAN HUKUM EKONOMI
Hukum adalah suatu sistem yang dibuat manusia
untuk membatasi tingkah laku manusia agar tingkah
laku manusia dapat terkontrol, hukum adalah aspek terpenting dalam
pelaksanaan atas rangkaian kekuasaan kelembagaan,hukum mempunyai tugas untuk menjamin
adanya kepastian hukum dalam masyarakat.
1.Pengertian Hukum
Ada beberapa pendapat para
ahli mengenai pengertian hukum,diantaranya sebagai berikut :
•Aristoteles
Sesuatu yang berbeda dari
sekedar mengatur dan mengekspresikan bentuk dari konstitusi dan hukum
berfungsi untuk mengatur tingkah laku para hakim dan putusannya
di pengadilan untuk menjatuhkan hukuman
terhadap pelanggar.
•Hugo de Grotius
Peraturan tentang tindakan
moral yang menjamin keadilan pada peraturan hukum tentang kemerdekaan (law
is rule of moral actionobligation to that which is right).
•Van Kan
Keseluruhan aturan hidup yang
bersifat memaksa untuk melindungi kepentingan manusia di
dalam masyarakat.
•Prof. Soedkno Mertokusumo
Keseluruhan
kumpulan peraturan-peraturan atau kaidah-kaidah dalam suatu kehidupan bersama, keseluruhan peraturan tingkah laku
yang berlaku dalam suatu kehidupan bersama, yang dapat dipaksakan pelaksanaanya
dengan sanksi.
Tujuan Hukum
Pada umumnya Hukum ditujukan untuk mendapatkan
keadilan, menjamin adanya kepastian hukum dalam masyarakat serta mendapatkan
kemanfaatan atas dibentuknya hukum tersebut. Selain itu, menjaga dan mencegah
agar tiap orang tidak menjadi hakim atas dirinya sendiri, namun tiap perkara
harus diputuskan oleh hakim berdasarkan dengan ketentuan yang berlaku.
Sama halnya dengan pengertian hukum, banyak
teori atau pendapat mengenai tujuan hukum. Beberapa teori-teori dari para ahli
:
1. Prof. Subekti, SH, Hukum itu mengabdi
pada tujuan negara yaitu mencapai kemakmuran dan kesejahteraan rakyatnya dengan
cara menyelenggarakan keadilan. Keadilan itu menuntut bahwa dalam keadaan yang
sama tiap orang mendapat bagian yang sama pula;
2. Geny, Tujuan hukum semata-mata ialah
untuk mencapai keadilan dan kepentingan daya guna dan kemanfaatan sebagai unsur
dari keadilan;
3. Prof. Mr. Dr. LJ. Van Apeldoorn, Tujuan
hukum adalah mengatur hubungan antara sesama manusia secara damai. Hukum
menghendaki perdamaian antara sesama. Dengan menimbang kepentingan yang
bertentangan secara teliti dan seimbang.
4. Jeremy Betham (teori utilitas), Hukum bertujuan untuk mewujudkan semata-mata apa yang berfaedah
bagi orang.
5. Prof. Mr. J. Van Kan, Hukum bertujuan
menjaga kepentingan tiap-tiap manusia supaya kepentingan-kepentingan itu tidak
dapat diganggu.
Sumber-Sumber Hukum
Sumber-sumber hukum adalah
segala sesuatu yang dapat menimbulkan terbentuknya peraturan-peraturan yang
biasanya bersifat memaksa.
Arti sumber hukum:
1. Sebagai asas hukum, sesuatu yang merupakan
permulaan hukum.
2. Menunjukkan hukum terdahulu menjadi/memberi
bahan hukum yang kemudian.
3. Sumber berlakunya yang memberikekuatan berlaku
secara formal kepada peraturan hukum.
4. Sumber dari mana kita dapat mengenal hukum.
5. Sumber terjadinya hukum. Sumber yang
menimbulkan hukum.
Sumber-sumber
hukum ada 2 jenis yaitu :
1. Sumber-sumber Hukum Materiil (Welborn), yakni
sumber-sumber hukum yang ditinjau dari beberapa perspektif. keyakinan dan
perasaan (kesadaran) hukum individu dan pendapat umum yangmenentukan isi atau
meteri (jiwa) hukum.
2. Sumber-sumber Hukum Formiil (Kenborn),
Perwujudan bentuk dari isi hukum material yang menentukan berlakunya hukumitu
sendiri. Macam-macam sumber hukum formal :
Ø Undang-Undang ialah suatu peraturan yang mempunyai
kekuatan hukum mengikat yang dipelihara oleh penguasa negara. Contohnya UU, PP,
Perpu, dan sebagainya. UU dalam arti formal; setiap peraturan yang karena
bentuknya dapat disebut Undang-undang.(Pasal 5 ayat (1))
UU ADA 2 YAITU:
1. UU (formil) keputusan pemerintah yang
merupakan UU karena cara pembuatannya. UU dibuat oleh president dan DPR.
2. UU (Materil) adalah setiap keputusan
pemerintah yang menurut isinya mengikat langsung setiap penduduk.
Berlakunya UU: menurut tanggal yang ditentukan sendiri oleh UU
itu sendiri:
a) Pada saat di
undangkan
b) Pada tanggal
tertentu
c) Ditentukan berlaku
surut
d) Ditentukan
kemudian/dengan peraturan lain
Berakhirnya UU.
1. Ditentukan oleh UU itu sendiri dan
Di cabut secara tegas
2. UU lama bertentangan dengan UU baru
3. Timbulnya hukum kebiasaan yang
bertentangan dengan UU/UU sudah tidak di taati lagi.
Asas-asas berlakunya UU
1. LEX SUPERIOR DEROGAT LEGI INFERIORI: UU
yang kedudukannya lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan UU yang
kedudukannya lebih tinggi dalam mengatur hal yang sama.
2. LEX SPECIALE DEROGAT LEGI GERERALI: UU bersifat
khusus mengesampingkan UU yang bersifata umum, apabila UU tersebut sama
kedudukannya.
3. LEX POSTERIOR DEROGAT LEGI PRIORI: UU yang
berlaku belakangan membatalakan UU terdahulu sejauh UU itu mengatur hal yang
sama
4. NULLUM DELICTIM NOELLA POENA SINC PRAEVIA LEGI
POENATE: tidak ada pembuatan dapat di hukum kecuali sudah ada peraturan sebelum
perbuatan dilakukan.
Jadi UU yang telah diundangkan di anggap telah di ketahui setiap
orang sehingga pelanggar UU mengetahui UU yang bersangkutan.
Ø Kebiasaan ialah perbuatan yang sama yang dilakukan
terus-menerus sehingga menjadi hal yang selayaknya dilakukan. Contohnya
adat-adat di daerah yang dilakukan turun menurun yang telah menjadi hukum di
daerah tersebut
Ø Keputusan Hakim (Yurisprudensi) ialah keputusan
hakim pada masa lampau pada suatu perkara yang sama sehingga dijadikan
keputusan para hakim pada masa-masa selanjutnya. Hakim sendiri dapat membuat
keputusan sendiri apabila perkara itu tidak diatur sama sekali di dalam UU.
Ada 3 penyebab (alasan) seorang hakim mengikuti 2 putusan hakim
yang lain (menurut utrecht), yaitu:
1. Psikologis: seorang hakim mengikuti
putusan hakim lainnya kedudukannya lebih tinggi, karena hakim adalah pengwas
hakim di bawahnya. Putusan hakim yang lebih tinggi membpunyai “GEZAG” karena di
anggap lebih brpengalaman.
2. Praktisi: mengikuti 2 putusan hakim lain
yang kedudukannya lebih tinggi yang sudah ada. Karena jika putusannya beda
dengan hakim yang lebih tinggi maka pihak yang di kalahkan akan melakukan
banding/kasasi kepada hakim yang pernah memberi putusan dalam perkara yang sama
agar perkara di beri putusan sama dengan putusan sebelumnya.
3. Sudah adil, tepat dan patut: sehingga tidak
ada alasan untuk keberatan mengikuti putusan hakim yang terdahulu.
Ø Traktat ialah perjanjian yang dilakukan oleh dua
negara ataupun lebih. Perjanjian ini mengikat antara negara yang terlibat dan
warga negara dari negara yang bersangkutan.
Ø Doktrin adalah pendapat atau pandangan dari para
ahli hukum yang mempunyai pengaruh sehingga dapat menimbulkan hukum. Dalam
yurisprudensi, sering hakim menyebut pendapat para sarjana hukum. Pada hubungan
internasonal, pendapat para sarjana hukum sangatlah penting.
Tata Urutan Peraturan Perundang-undangan (TAP MPR No.
III/MPR/2003)
1. UUD 1945
1. UUD 1945
2. Ketetapan MPR RI
3. UU
4. Peraturan Pemerintah Pengganti UU (Perpu)
5. Peraturan Pemerintah;
6. Keputusan Presiden;
7. Peraturan Daerah
Kodifikasi Hukum
Kodifikasi hukum adalah pembukuan secara
lengkap dan sistematis tentang hukum tertentu. Kodifikasi hukum timbul akibat
tidak adanya kesatuan dan kepastian hukum. Kodifikasi hukum dibutuhkan untuk
menghimpun berbagai macam peraturan perundang-undangan. Tujuan kodifikasi hukum
tertulis adalah untuk memperoleh kepastian hukum, penyederhanaan hukum, dan
kesatuan hukum. Kodifikasi hukum yang ada di Indonesia antara lain KUHP, KUH
Perdata, KUHD, dan KUHAP.
Menurut teori ada 2 macam kodifikasi hukum, yaitu :
1. Kodifikasi Terbuka
Kodifikasi terbuka adalah kodifikasi yang membuka diri terhadap
terdapatnya tambahan-tambahan diluar induk kodifikasi.
2. Kodifikasi Tertutup
Kodifikasi tertutup adalah semua hal yang menyangkut
permasalahannya dimasukkan ke dalam kodifikasi atau buku kumpulan peraturan.
Beberapa contoh kodifikasi hukum di Eropa dan Indonesia, yaitu :
ü Corpus Luris Civilis, yang diusahakan oleh Kaisar
Justinianus dari kerajaan Romawi Timur, tahun 527-565 ;
ü Code Civil, yang diusahakan oleh Kaisar Napoleon di
Prancis, tahun 1604 ;
ü Kitab Undang-Undang Hukum Sipil tahun 1 Mei 1848
ü Kitab Undang-Undang Hukum Dagang tahun 1 Mei 1848
ü Kitab Undang-Undang Hukum Pidana tahun 1 Januari
1918
ü Kitab Undang-Undang Hukum acara Pidana tahun 31
Desember 1981
Kaedah atau Norma
Kaidah atau norma adalah petunjuk hidup
bagaimana kita berbuat dan bertingkah laku di masyarakat. Kaidah atau norma
berisi perintah atau larangan dan setiap orang harus menaati kaidah atau norma
tersebut agar dapat hidup dengan aman, tentram dan damai. Hukum merupakan
seperangkat kaidah atau norma, dan kaidah ada banyak macamnya, tapi tetap satu
kesatuan.
Dalam sistem hukum Barat yang berasal dari hukum Romawi, dikenal tiga kaidah
atau norma, yaitu :
1. Impere (Perintah)
2. Prohibere (Larangan)
3. Permittere (Yang
Dibolehkan)
Sedangkan
dalam sistem hukum Islam, ada lima macam kaidah atau norma hukum yang dirangkum
dalam istilah Al-Ahkam dan Al-Khamsah. Kelima kaidah itu adalah :
1. Fard (Kewajiban)
2. Sunnah (Anjuran)
3. Ja’iz atau Mubah Ibahah
4. Makruh
5. Haram (Larangan)
Menurut sifatnya kaidah hukum terbagi menjadi 2, yaitu :
1. Hukum yang Imperatif, maksudnya
adalah kaidah hukum itu bersifat a priori harus ditaati, bersifat mengikat dan
memaksa.
2. Hukum yang Fakultatif, maksudnya adalah kaidah
hukum itu tidak secara a priori mengikat. Kaidah ini bersifat sebagai
pelengkap.
Selain itu, terdapat 4 macam norma, yaitu :
1. Norma Agama adalah peraturan hidup yang berisi
pengertian-pengertian, perintah, larangan dan anjuran yang berasal dari Tuhan
yang merupakan tuntunan hidup ke arah atau jalan yang benar
2. Norma Hukum adalah peraturan-peraturan hidup
yang diakui oleh negara dan harus dilaksanakan di tiap-tiap daerah dalam
negara tersebut. Norma ini mengikat tiap warga negara dalam wilayah negara
tersebut.
3. Norma Kesusilaan adalah peraturan hidup yang
dianggap sebagai suara hati. Peraturan ini berisi suara batin yang diakui oleh
sebagian orang sebagai pedoman dalam sikap dan perbuatannya
4. Norma Kesopanan adalah peraturan hidup yang
muncul dari hubungan sosial antar individu. Tiap golongan masyarakat tertentu
dapat menetapkan peraturan tertentu mengenai kesopanan
Pengertian Ekonomi dan Hukum Ekonomi
Ekonomi adalah suatu ilmu yang mempelajari masyarakat dalam usahanya mencapai
kemakmuran, dimana manusia dapat memenuhi kebutuhannya baik barang maupun jasa
(M. Manulang).
Menurut Sunaryati Hartono, Hukum Ekonomi adalah penjabaran hukum ekonomi
pembangunan dan hukum ekonomi sosial, sehingga hukum ekonomi memiliki dua aspek
yaitu:
1. Aspek pengaturan usaha-usaha pembangunan
ekonomi dalam arti peningkatan kehidupan ekonomi secara keseluruhan
2. Aspek pengaturan usaha-usaha pembagian hasil
pembangunan ekonomi secara merata diantara seluruh lapisan masyarakat
Hukum ekonomi terbagi menjadi 2, yaitu:
a.) Hukum ekonomi pembangunan, yaitu seluruh peraturan dan
pemikiran hukum mengenai cara-cara peningkatan dan pengembangan kehidupan
ekonomi (misal hukum perusahaan dan hukum penanaman modal)
b.) Hukum ekonomi sosial, yaitu seluruh peraturan dan pemikiran hukum
mengenai cara-cara pembagian hasil pembangunan ekonomi secara adil dan merata,
sesuai dengan hak asasi manusia (misal, hukum perburuhan dan hukum perumahan).
Hukum ekonomi menganut beberapa asas, diantaranya :
v Asas keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan YME
v Asas manfaat
v Asas demokrasi Pancasila
v Asas adil dan merata
v Asas keseimbangan, keserasian, keselarasan dalam
perikehidupan
v Asas hukum
v Asas kemandirian
v Asas keuangan
v Asas ilmu pengetahuan
v Asas kebersamaan, kekeluargaan, dan keseimbangan
dalam kemakmuran rakyat
v Asas pembangunan ekonomi yang berwawasan lingkungan
dan berkelanjutan
v Asas kemandirian yang berwawasan kewarganegaraan
Contoh hukum ekonomi :
1. Jika harga sembako atau sembilan bahan pokok
naik maka harga-harga barang lain biasanya akan ikut merambat naik.
2. Apabila pada suatu lokasi berdiri sebuah pusat
pertokoan hipermarket yang besar dengan harga yang sangat murah maka dapat
dipastikan peritel atau toko-toko kecil yang berada di sekitarnya akan kehilangan
omset atau mati gulung tikar.
3. Jika nilai kurs dollar amerika naik tajam maka
banyak perusahaan yang modalnya berasal dari pinjaman luar negeri akan
bangkrut.
4. Turunnya harga elpiji / lpg akan menaikkan
jumlah penjualan kompor gas baik buatan dalam negeri maupun luar negeri.
5. Semakin tinggi bunga bank untuk tabungan maka
jumlah uang yang beredar akan menurun dan terjadi penurunan jumlah permintaan
barang dan jasa secara umum. Demikianlah penjelasan tentang hukum ekonomi
secara keseluruhan semoga kita semua mengerti dan dapat megimplementasikan ke
dalam kehidupan nyata.
.
Sumber
: