Archive for Maret 2020
Kasus Bank Bali
Kasus
Bank Bali
Kasus korupsi Bank Bali
berawal pada saat pemilik Bank Bali, Rudi Ramli. Kesulitan menagih piutangnya
pada Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI), Bank Umum Nasional, dan Bank Tiara
pada tahun 1997. Nilai dari piutang tersebut sekitar 3 Triliun Rupiah. Setelah
beberapa waktu, usaha penagihan tersebut tidak membawa hasil. Bahkan ketiga
bank tersebut masuk ke dalam daftar bank yang akan ‘disehatkan’ oleh Badan
Penyehatan Perbankan Nasional.
Setelah BPPN menolak
tagihan dari Bank Bali atas piutang 3 bank tersebut dengan alasan tagihannya
sudah terlambat atau lewat batas waktu penagihan, Bank Bali akhirnya menyewa
jasa PT. Era Giat Prima, yang pada saat itu dipimpin oleh Joko Chandra dan
Setya Novanto. Bank Bali dan PT. Era Giat Prima mengadakan perjanjian
pengalihan hak tagih atau Cessie pada Januari 1999. Perjanjian ini
menyatakan bahwa separuh piutang yang dapat ditagih akan diberikan kepada PT.
Era Giat Prima sebagai fee.
Direksi PT. Era Giat
Prima, Joko dan Setya. Menggunakan kekuatan dan pengaruh politiknya untuk
meloloskan proyek ini. Saat itu sejumlah
tokoh partai golongan karya (Golkar), termasuk Setya Novanto yang saat itu
menjabat bendahara partai Golkar, berusaha mengubah regulasi agar pengucuran
dana oleh BPPN atas tagihan tersebut berhasil. Pada 11 Februari 1999, misalnya,
terjadi pertemuan rahasia antara Ketua Dewan Pertimbangan Agung Arnold
Baramuli, Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Tanri Abeng, Syahril Sabirin,
Wakil Ketua BPPN Pande Lubis, petinggi Era Giat dan Wakil Direktur Utama Bank
Bali, Firman Soetjahja membicarakan soal penarikan duit dari BPPN. Kepada
Tempo, semuanya—kecuali Firman—saat itu membantah adanya pertemuan di Hotel
Mulia tersebut (Tempo, 13 Agustus 2000).
Setelah pertemuan itu,
Bank Indonesia dan BPPN setuju untuk mengucurkan dana untuk penyelesaian
tagihan Bank Bali, jumlahnya Rp 905 Miliar. Bank Bali mendapat sekitar 40% atau
senilai 359M dan PT. Era Giat Prima mendapat 60% atau senilai 546M.
Adalah pakar hukum
perbankan Pradjoto yang pertama kali mengungkap kasus ini ke mana-mana.
Pradjoto ”mencium” skandal cessie ini berkaitan erat dengan pengumpulan
dana oleh Partai Golkar untuk memajukan Habibie ke kursi presiden. “Fee itu
terlalu besar dan janggal” ungkap Pradipto kepada Tempo. Satu per satu
keganjilan di balik pencairan duit itu juga terkuak. Cessie itu,
misalnya, tak diketahui BPPN, padahal saat ditekan, BDNI sudah masuk perawatan
BPPN. Cessie itu juga tak dilaporkan ke Bapepam dan PT BEJ, padahal Bank
Bali sudah masuk bursa. Selain itu, penagihan kepada BPPN ternyata tetap
dilakukan Bank Bali, bukan PT. Era Giat.
Sadar bahwa Cessie
tersebut bermasalah, BPPN membatalkan pengucuran dana tersebut. Kemudian akibat
pembatalan itu, Setya Novanto menggugat BPPN ke Pengadilan Tata Usaha Negara
dan menang di tingkat pertama dan tingkat banding, namun dikalahkan oleh BPPN
pada tingkat kasasi di Mahkamah Agung.
PT. Era Giat Prima juga
membawa kasus ini ke ranah perdata. Perusahaan itu menggugat Bank Bali dan Bank
Indonesia agar mencairkan dana Rp 546M untuk mereka. Pengadilan, pada April
2000, memutuskan PT. Era Giat Prima berhak atas uang lebih dari setengah miliar
rupiah itu. Kasus ini terus bergulir ke atas. Lewat putusan kasasinya, Mahkamah
Agung kemudian memutuskan uang itu milik Bank Bali.
Di tengah proses
pengadilan tata usaha negara dan perdata itulah, Kejaksaan Agung lantas
”mengambil” kasus ini. Kejaksaan menetapkan sejumlah tersangka dalam kasus ini,
antara lain Joko Tjandra (Direktur PT. EGP), Syahril Sabrin (Gubernur BI) ,
Pande Lubis (Wakil Kepala BPPN), Rudy Ramli (Direktur Bank Bali), hingga Tanri
Abeng (Menteri Pendayagunaan BUMN). Mereka dituduh melakukan korupsi uang
negara. Kejaksaan menyita uang Rp 546 miliar itu dan menitipkan ke rekening
penampungan (escrow account) di Bank Bali.
Kendati yang menjadi
tersangka lumayan banyak, ternyata belakangan yang diadili hanya tiga orang:
Joko Chandra, Syahril, dan Pande Lubis. Hukuman yang diberikan kepada Joko
Chandra dan Syahril yaitu, 2 tahun penjara dan denda Rp 15 juta, subsider 3
bulan kurungan. Hukuman yang diberikan kepada Pande Lubis yaitu pada yaitu, 4
tahun penjara dan denda Rp 30 juta subsider 6 bulan kurungan.
Sementara Setya Novanto
lolos berkat Surat Perintah Penghentian Penyelidikan (SP3) yang dikeluarkan
Kejaksaan. Jaksa Agung saat itu, M.A. Rachman, dikenal dekat dengan Partai
Golkar.
Kerugian Negara Akibat Kasus Bank Bali
Berdasarkan pemaparan
diatas, kerugian yang diderita oleh Negara akibat kasus cessie Bank Bali
adalah Rp 546.166.116.369. Hal ini dikarenakan uang yang dikucurkan untuk
penyelesaian pinjaman antar Bank oleh Negara melalui BPPN tidak dilakukan
melalui prosedur yang benar dan regulasi atas penyelesaian pinjaman itu telah
“dibolak-balik” melalui cara-cara politik agar meloloskan niatan para
tersangka.
Pendapat atau Ulasan
Banyak sekali kasus korupsi di Indonesia
dari tahun ke tahun dan kasus korupsi ini sangat merugikan negara.
Dalam kasus Bank Bali, debitur bank
perlu mengalihkan tagihan/piutang ke bank agar debitur bank tersebut dapat
melaksanakan kewajiban pembayaran utangnya. Dari sisi kepentingan bank,
transaksi cessie tagihan debitur bank diperlukan untuk menjamin
pelaksanaan atau pemenuhan kewajiban pembayaran hutang debitur bank tersebut
secara tepat waktu dan sebagaimana mestinya. Jadi, transaksi cessie
dalam kaitannya dengan transaksi pemberian kredit adalah transaksi atau
perjanjian accessoir (yang mengikut keberadaan dari transaksi atau perjanjian
pokok). Aspek hukum yang perlu diperhatikan dalam suatu transaksi cessie
yang sah adalah syarat untuk dibuatnya suatu akta cessie (berikut dengan
syarat sahnya suatu perjanjian) dan adanya pemberitahuan ke debitur-nya debitur
bank (pasal 613 no 584 KUH Perdata).
Kasus Bank Bali ini, tidak
dilaksanakannya hak tagihan yang diperoleh bank dengan cessie dari
debitur bank berdasarkan akta cessie tidak menghilangkan kewajiban
debitur bank itu untuk membayar atau melunasi utangnya kepada bank. Sepanjang
debitur bank membayar utangnya, maka ia akan terbebas dari utangnya.
Jika prosedur ini dilakukan dengan baik,
maka kemungkinan tidak ada kasus korupsi seperti ini.
Sumber
hukumonline.com
infokorupsi.com
m.kontan.co.id